SUBANG, TINTAHIJAU.com — Langit sore Subang berpendar jingga ketika suara gitar mulai memecah udara. Di halaman Universitas Subang, semesta muda berdenyut dalam satu irama—irama kebebasan, semangat, dan mimpi yang tak mau padam.
Supermusic: Super Moment Carnival Goes To Cities hadir bak badai warna yang menabrak kebiasaan, mengguncang ruang sunyi menjadi pesta kreativitas bertajuk “Conquer the City.”
Dari jalanan kampus, arak-arakan ide menari. Ada street performance yang liar dan jujur, face painting yang menyalakan wajah-wajah berani, hingga fashion show yang memamerkan gaya khas Subang—unik, ekspresif, dan penuh karakter. Tawa pecah di setiap sudut, seakan Subang sendiri ikut berdetak mengikuti irama muda yang tak mengenal jeda.
Lalu malam tiba, dan panggung menjadi altar bagi energi yang membara.
Sosok-sosok for Revenge muncul dalam cahaya sorot, disambut ribuan suara yang meneriakkan nama mereka. Boniex Noer dengan vokal yang penuh luka dan harapan, Arief Ismail di gitar yang membakar langit, Izha Muhammad di bas yang bergetar dalam dada, dan Archims Pribadi di drum yang memukul waktu.
Mereka datang bukan hanya untuk bernyanyi—mereka datang untuk menyalakan kembali api dalam dada setiap penonton.
Lagu-lagu seperti Derana, Serana, Perayaan Patah Hati, dan Jentaka mengalun, menghantam lembut setiap ingatan tentang jatuh dan bangkit. Di bawah langit kampus yang kini jadi kanvas, ribuan jiwa menyatu—menangis, bernyanyi, berteriak—semuanya dalam satu semangat: menaklukkan kota, menaklukkan diri sendiri.
Namun malam itu bukan sekadar konser. Ia adalah perayaan.
Perayaan keberanian untuk bermimpi, mengekspresikan diri, dan menolak untuk menjadi biasa. Super Moment Carnival bukan hanya acara musik—ia adalah manifesto jiwa muda Subang: bahwa menjadi “super” berarti berani berkarya, berani berbeda, dan berani mengguncang dunia dengan kreativitas.
Di akhir malam, lampu-lampu panggung perlahan padam, tapi bara itu tak ikut redup.
Ia menetap di dada setiap anak muda yang hadir—yang tahu bahwa semangat bukan hanya soal berdiri di depan panggung, tapi juga soal melangkah ke dunia nyata dengan ide dan nyali yang menyala.
Karena di kota ini, di antara dentuman musik dan tawa yang menggema, generasi muda Subang telah belajar satu hal penting:
Menjadi muda bukan sekadar umur—tapi tentang bagaimana kau menyalakan dunia dengan energi, keberanian, dan mimpi yang tak pernah padam.
Penulis: Kin Sanubary | Editor: Oki Rosgani











