OPINI: Reynaldy–Agus dan 100 Hari Pemerintahan

Dalam dunia pemerintahan, 100 hari pertama selalu menjadi etape penting. Bukan karena bisa mengubah segalanya dalam waktu singkat, tetapi karena di sanalah arah dan niat pemimpin mulai terlihat jelas.

Di Subang, duet Bupati Reynaldy Putra Andita dan Wakil Bupati Agus Masykur Rosyadi tampaknya sadar betul akan hal itu. Dalam pernyataannya pada 3 Juni 2025 lalu, Reynaldy menyebut 16 dari 30 janji politiknya mulai diwujudkan, sebagai bukti keseriusan pemerintahannya.

“Janji bukan sekadar kata. Bagi kami, itu adalah kewajiban yang harus ditepati,” tegas Reynaldy.

Langkah awal ini didukung oleh efisiensi anggaran dan fokus pada program-program yang langsung menyentuh masyarakat — dari pemberdayaan desa hingga bantuan untuk pendidikan dan UMKM.

Menyentuh Warga Kecil, Menyusun Fondasi

Sejumlah program yang mulai bergulir memang terdengar akrab di telinga rakyat kecil: bantuan hibah untuk madrasah, karang taruna, UMKM, hingga renovasi rumah tidak layak huni (Rutilahu). Tambahan honor untuk perangkat desa dan insentif guru PAUD pun mulai dikucurkan. Ini bukan gebrakan yang mencolok, tapi perlahan mulai menjawab kebutuhan dasar masyarakat.

Namun demikian, keberhasilan program bukan hanya soal pengumuman, tetapi juga soal eksekusi di lapangan. OPD sebagai ujung tombak teknis mesti siap dan paham arah kebijakan bupati, bukan justru jadi penghambat implementasi.

“Kami mulai memutar arah anggaran agar langsung menyentuh rakyat,” ujar Reynaldy.

Harapan yang Selalu Muncul

Dari setiap ganti kepemimpinan, selalu ada harapan yang diulang-ulang masyarakat Subang. Tapi harapan yang sama itu pula yang seringkali belum tuntas dijawab. Maka tak salah jika publik berharap, kali ini bisa berbeda.

Pertama, perbaikan dan peningkatan kualitas jalan. Ini adalah mimpi besar 1,6 juta warga Subang yang selalu bergema setiap datang pemimpin baru. Jalan bukan hanya urat nadi ekonomi, tapi juga simbol kehadiran negara. Jalan rusak yang menahun tak hanya menghambat mobilitas, tapi juga menyimpan rasa frustrasi kolektif yang sudah terlalu lama.

Kedua, peningkatan mutu pendidikan. Tak cukup hanya seragam gratis, yang dibutuhkan adalah jaminan kualitas guru, fasilitas belajar yang layak, dan pendidikan yang membentuk karakter serta keterampilan anak-anak Subang.

Ketiga, lapangan kerja nyata untuk warga lokal, bukan sekadar janji manis investasi. Ketika industri masuk, rakyat berharap bukan hanya jadi penonton, tapi ikut ambil bagian sebagai pelaku. Di sinilah pelatihan dan peningkatan keterampilan menjadi sangat penting.

Keempat, akses kesehatan yang adil dan bermutu. Pembangunan RSUD Subang Utara harus diikuti dengan pelayanan yang tidak diskriminatif. Rumah sakit dan puskesmas adalah milik rakyat, bukan ladang bisnis.

Antara Semangat dan Kenyataan

Semangat “Ngabret” yang diusung pasangan Reynaldy–Agus memang patut diapresiasi. Tapi kecepatan harus tetap diimbangi ketepatan. Semua janji politik harus diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan jangka menengah, bukan hanya program jangka pendek yang populis.

Komunikasi publik lewat media sosial juga bagus, tapi harus diiringi dengan respons nyata. Jangan sampai keluhan warga ditanggapi cepat hanya di awal masa jabatan, tapi lambat atau diabaikan ketika kritikan mulai meningkat.

“Kami responsif. Semua keluhan masuk kami tindaklanjuti secepat mungkin. Pemerintah harus hadir, bukan sekadar ada,” kata Reynaldy.

Catatan Kritis

Meski semangat “Ngabret” patut diapresiasi, kita tetap harus menjaga agar kecepatan tidak mengorbankan ketepatan. Semua janji politik harus masuk ke dalam sistem perencanaan jangka menengah daerah (RPJMD), bukan sekadar proyek tahunan. Juga penting untuk menjaga agar tidak ada tumpang tindih program, agar tidak mubazir anggaran.

Publik juga berharap semangat keterbukaan yang dijanjikan tetap konsisten. Keluhan warga lewat media sosial harus ditindaklanjuti, bukan sekadar ditanggapi. Apalagi jika menyangkut pelayanan dasar.

Penutup

Seratus hari adalah masa yang pendek, tapi cukup untuk membaca arah. Di tangan Reynaldy–Agus, Subang tampaknya sedang bersiap membuka babak baru — lebih terbuka, lebih responsif, dan lebih fokus ke rakyat kecil.

Namun jangan buru-buru puas. Masih ada 14 janji lain yang belum dijalankan. Masih banyak desa yang butuh jalan bagus. Masih banyak keluarga yang sulit akses kesehatan. Dan masih banyak anak muda yang menganggur meski industri makin dekat.

“Ini baru awal. Masih banyak PR. Tapi kami tidak akan berhenti. Kami akan terus Ngabret demi Subang tercinta,” kata Reynaldy.

Dan kita, sebagai warga Subang, punya tanggung jawab yang sama: ikut mengawal agar janji-janji itu tak berhenti jadi wacana — tapi benar-benar dirasakan hingga ke pelosok.

Tentang Penulis:
Annas Nashrullah, Penulis adalah Jurnalis dan Pimpinan Pondok Al-Asoy di Sukamelang Subang

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini