SUBANG, TINTAHIJAU.com – Belakangan ini, istilah parenting VOC tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial seperti TikTok dan Instagram. Istilah ini sering dibandingkan dengan gentle parenting, yang saat ini juga semakin populer. Kedua gaya pengasuhan ini memiliki pendekatan yang sangat berbeda, sehingga sering memicu pro dan kontra di kalangan orangtua dan masyarakat umum.
Apa Itu Parenting VOC?
Parenting VOC adalah gaya pengasuhan yang menekankan kedisiplinan dan aturan yang ketat. Istilah ini diambil dari singkatan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yaitu perusahaan dagang Belanda yang terkenal pada masa kolonial di Indonesia. Nama ini dipilih sebagai metafora untuk menggambarkan pola asuh yang keras, otoriter, dan tidak memberi ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri.
Dalam dunia psikologi, gaya pengasuhan ini dikenal sebagai authoritarian parenting atau pengasuhan otoriter. Pola asuh ini menempatkan harapan tinggi pada anak, dengan aturan yang kaku dan tanpa penjelasan. Orangtua yang menerapkan parenting VOC mengharapkan anak untuk patuh tanpa banyak bertanya. Jika anak melanggar aturan, hukuman berat sering kali diberikan sebagai konsekuensinya.
Karakteristik Parenting VOC
Gaya pengasuhan otoriter memiliki beberapa ciri utama, di antaranya:
- Aturan Ketat dan Tidak Fleksibel
Orangtua yang menganut pola asuh ini menetapkan aturan yang harus dipatuhi tanpa kompromi. Tidak ada ruang untuk negosiasi atau diskusi antara orangtua dan anak. - Komunikasi Satu Arah
Dalam parenting VOC, komunikasi antara orangtua dan anak bersifat satu arah. Anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya, apalagi membantah keputusan orangtua. - Menggunakan Hukuman Sebagai Konsekuensi
Hukuman, baik secara verbal maupun fisik, sering digunakan untuk menegakkan disiplin. Anak diharapkan untuk patuh karena takut akan konsekuensi yang diberikan. - Kurangnya Kehangatan Emosional
Orangtua yang menerapkan parenting VOC cenderung bersikap dingin dan kurang menunjukkan kasih sayang secara emosional kepada anak. Mereka lebih menekankan ketaatan daripada kehangatan dalam hubungan orangtua-anak. - Menuntut, Tapi Kurang Mendukung
Orangtua dengan gaya pengasuhan ini sering kali memiliki ekspektasi tinggi terhadap anak, tetapi kurang memberikan dukungan emosional atau dorongan positif untuk membantu anak berkembang.
Dampak Negatif Parenting VOC
Meskipun disiplin merupakan aspek penting dalam pengasuhan anak, penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang terlalu otoriter dapat berdampak negatif pada perkembangan anak. Beberapa dampak negatif dari parenting VOC antara lain:
- Masalah Emosional dan Perilaku: Anak cenderung mengalami kesulitan dalam mengelola emosi mereka, yang dapat menyebabkan perilaku agresif atau menarik diri dari lingkungan sosial.
- Rendahnya Harga Diri: Karena sering dikritik dan kurang mendapatkan penguatan positif, anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah.
- Kesulitan dalam Pengambilan Keputusan: Anak yang tidak diberi kesempatan untuk berpendapat atau membuat keputusan sendiri sering kali mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan di masa dewasa.
- Kecemasan dan Depresi: Ketakutan akan hukuman dan tekanan tinggi dari orangtua dapat menyebabkan anak mengalami kecemasan berlebih dan bahkan depresi.
Parenting VOC atau gaya pengasuhan otoriter memang dapat menciptakan kedisiplinan yang tinggi, tetapi dengan konsekuensi yang tidak selalu positif bagi perkembangan anak. Dibandingkan dengan pola asuh ini, pendekatan yang lebih seimbang seperti authoritative parenting—yang tetap menegakkan aturan tetapi juga memberikan kasih sayang dan ruang bagi anak untuk berkembang—dapat menjadi pilihan yang lebih baik.
Setiap orangtua tentu memiliki cara masing-masing dalam mendidik anak, namun memahami dampak jangka panjang dari pola asuh yang diterapkan dapat membantu dalam memilih pendekatan yang lebih sehat dan membangun hubungan yang lebih baik dengan anak.