Waspada! Stress dan GERD Punya Kaitan dan Dampak yang Serius

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) bukanlah masalah sepele, karena dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seseorang. Salah satu pemicunya, seperti yang dialami oleh seorang pria di Bekasi, adalah stres. Cerita ini menjadi peringatan bahwa kita harus memahami hubungan antara stres dan GERD serta pentingnya penanganan yang tepat.

Pria bernama Diondy Kusuma, melalui akun Instagram pribadinya, membagikan pengalaman pahitnya saat harus dirawat di rumah sakit selama hampir seminggu akibat masalah GERD. Diondy yang aktif berolahraga dan menjaga pola makan disiplin tak menyangka bahwa asam lambungnya akan membuatnya terlantar di rumah sakit.

“Masuk rumah sakit 5 hari karena asam lambung siapa sangka gue bisa masuk rumah sakit? Gue tiap hari olahraga, dan sel disiplin makan juga kok,” ungkap Diondy.

Setelah penyelidikan lebih lanjut, Diondy menyadari bahwa stres akibat masalah pekerjaan menjadi pemicu GERD-nya. Setelah dirawat intensif di rumah sakit selama beberapa hari, kondisinya mulai membaik meskipun belum sepenuhnya pulih, dan dia harus menjalani rawat jalan selama dua bulan.

Spesialis penyakit dalam, dr. Aru Ariadno, menjelaskan bahwa pikiran dan sistem pencernaan memiliki hubungan yang erat. Stres dapat memicu pelepasan zat-zat, salah satunya adalah asam lambung yang berlebihan.

“Bila seseorang mengalami stres berkepanjangan, maka salah satunya asam lambung akan sering meningkat,” kata dr. Aru.

Jika bagian sphincter lambung bagian atas rusak atau terganggu akibat stres, isi lambung dapat naik dengan mudah ke atas, yang dikenal sebagai GERD.

Orang yang mengalami stres yang terkait dengan pekerjaan secara signifikan memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala asam lambung naik. Asam lambung yang tinggi dalam jangka panjang dapat merusak dinding lambung.

“Orang-orang yang mengakui memiliki gangguan stres kerja dua kali lebih mungkin mengalami asam lambung naik dibandingkan mereka yang merasa puas dengan pekerjaan mereka,” tambah dr. Aru.

Selain itu, hampir semua orang dengan asam lambung naik mengatakan bahwa stres adalah faktor terbesar yang memperburuk gejala, bahkan saat sedang menjalani pengobatan.

Dr. Aru menekankan bahwa GERD tidak boleh diabaikan dan harus segera diobati. Hal ini karena isi lambung berupa asam, sementara esofagus atau kerongkongan tidak dirancang untuk menahan asam. Jika GERD tidak diobati, dapat menyebabkan iritasi pada esofagus.

“Dalam jangka pendek, Anda akan merasakan panas, sesak, bahkan kesulitan menelan. Pada jangka panjang, esofagus yang teriritasi dapat mengalami perlukaan, termasuk perdarahan, penyempitan, atau striktur, dan yang paling serius adalah kemungkinan terjadi kanker esofagus,” tambahnya.

Jadi, salah satu bagian penting dalam pengobatan GERD adalah memperbaiki gaya hidup, termasuk mengatasi stres yang mungkin menjadi pemicu utama. Kesehatan fisik dan mental kita berhubungan erat, dan menjaga keduanya dalam keseimbangan adalah kunci untuk menghindari komplikasi serius seperti GERD.