OPINI: Ironi Sumpah Pemuda dan Miras Oplosan Maut

Contoh dari narkotika (narkoba) seperti; sabu, ganja, ekstasi, dekstromertopan, dan lain-lain. Maka barang-barang tersebut diatas (miras dan narkoba) harus kita fahami sebagai barang haram yang harus kita hindari konsumsinya, harus diawasi pemakainnya sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, harus diberantas para pemakai, pengedar, bandar, tempat penjualan dan perkumpulannya agar tidak menimbulkan efak bahaya kepada korban selanjutnya, tidak menimbulkan masalah sosial dan tidak menimbulkan masalah-masalah kriminalitas.

Lantas bagaimana cara memberantas “khomer” dan Narkoba dilingkungan kita? Lakukan edukasi kepada masyarakat dan tegakkan hukum. Sebagaian orang berpendapat bahwa “miras” dengan berbagai jenis, merk dan dosisnya dianggap sebagai jamu, obat bahkan dianggap sebagai kebiasaan dalam kearifan budaya lokal yang ada dalam setiap acara hajatan. Pendapat itu bisa dimaklumi karena berbagai kemungkinan; mungkin itu pendapatnya orang awam yang tidak paham ilmu dan agama (bodoh), atau mungkin pendapatnya pelaku yang ingin mendapatkan pengakuan dan kewajaran karena ia belum merasakan akibatnya, atau mungkin itu pendapat dari orang yang memliki kepentingan bisnis yang mau merusak akhlak dan moral masyarakat dan bangsa.

Bagi kelompok yang berpendapat “khomer” dan narkoba itu adalah jamu, obat dan kearifan lokal yang harus dijaga, maka kelompok ini perlu mendapatkan pembinaan dari berbagai stakeholder mulai dari tokoh masyarakat, perangkat desa setingkat RT/RW, Ormas, LSM dan Karang Taruna sebagai lembaga atau organisasi masyarakat yang mempunyai fungsi edukasi dan social control (kontrol sosial) kepada masyarakat. Tempat atau lembaga yang paling dekat dengan masyarakat untuk melakukan edukasi dan pembinaan salah satunya adalah masjid dan majlis taklim. Maka lembaga-lembaga atau organisasi yang mempunyai fungsi edukasi itu seyogyanya harus dibina dan diarahkan oleh pemerintah untuk hadir ditengah-tengah masyarakat mengajak, melakukan pembinaan tentang bahaya miras dan narkoba dan memberikan contoh gaya hidup yang baik agar masyarakat tercerahkan, mendapat spirit religi dan terarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang positif.
Repotnya jika sudah berhadapan dengan kelompok “misionaris” yang mempunyai kepentingan-kepentingan bisnis apalagi jika sudah melibatkan aparat dan pejabat yang mungkin juga sekaligus pelakunya. Karena dalam lingkaran memberantas miras dan narkoba ini selalu ada elit aparat atau pejabat dan pemilik modal yang jadi bekingnya dan selalu berakhir dengan pendekatan “kongkalingkong” yang saling melindungi, saling menguntungkan, kemudian aman. Tapi paling tidak dalam konteks ini pemerintah harus hadir dengan perangkat hukumnya, tegas dalam tindakan penegakan hukum dan ada kemauan serius untuk melakukan tindakan mencegah dan melakukan perubahan.

Dalam urusan pemberantasan barang haram ini pemerintah harus bertangan besi untuk memutus rantai perdagangannya. Misalnya pemerintah menutup dan mencabut izin dagang atau operasional toko penjualan miras dan tempat-tempat konsumsi, transaksi miras dan narkoba seperti bar, tempat karaoke dan sejenisnya, atau langsung memberikan sanksi (hukum) kepada pelaku dan yang “membekengi” usaha haramnya sekalipun itu adalah dari kelompok aparat dan pejabat.
Bagi pemerintah sesungguhnya sangat mudah untuk melakukan eksekusi tersebut, karena pemerintah memilki kekuatan hukum seperti undang-undang, pergub atau perda dan turunannya sebagai tameng, bahkan dilengkapi juga dengan perangkat penegak hukumnya seperti Polisi, TNI, Jaksa, Hakim sampai Polisi Pamong Prajanya sebagai algojo atau eksekutor di lapangan.

Pemerintah hanya tinggal intruksi kepada siapa memberikan delegasi dan kewenangan untuk mengawasi, menangani sampai tahap eksekusi. Masalahnya adalah, pemerintah ada keberanian dan kemauan serius tidak dalam mengurusi masalah miras dan narkoba ini yang kerap memakan korban jiwa dan merusak tatanan masyarakat?
Sebagai penutup, penulis ingin mengingatkan bahwa apa yang telah terjadi adalah sebuah pembelajaran mahal yang harus kita perbaiki. Korban nyawa melayang akibat miras sudah sering kita dengar, bahaya narkoba dengan segala kerusakannya pun sering kita saksikan. Semua itu adalah “tadzkirah” dari Allah agar kita mawas diri dan berhati-hati jangan sampai terulang Kembali. Penting bagi kita ada sekelompok orang yang harus tampil ditengah-tengah masyarakat sebagai pengingat dalam menasihatkan amar makruf dan nahi mungkar.

Penting bagi para pemegang amanah yang mengurusi urusan masyarakat banyak selalu instrospeksi seraya membangun kesadaran bersama untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam menjalankan amanah. Dan penting bagi kita semua sebagai seorang muslim yang baik harus dapat menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika dan akhlak islami seraya menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam aturan agama dan undang-undang negara kita. Saatnya para pemuda bersatu mengisi kemerdekaan dengan membangun karya dan amal soleh. (Wallahu A’lam)

Dede R. Misbahul Alam alias kang Dadhe
Penulis adalah Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Subang, Dosen Agama di Politeknik Negeri Subang