Sejak resmi menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Subang, Reynaldy Putra Andita Budi Raemi dan Agus Masykur Rosyadi mengusung dua target besar yang akan menjadi penentu arah pembangunan Subang ke depan: menuntaskan jalan rusak hingga seluruh ruas jalan mulus pada 2027, dan membangun Rumah Sakit bertaraf internasional di wilayah pantai utara Subang (Pantura).
Dua target ini bukan sekadar program biasa, tetapi merupakan visi strategis yang jika berhasil akan membawa Subang naik kelas: dari daerah penyangga menjadi simpul pertumbuhan utama di kawasan utara Jawa Barat.
Namun seperti kata pepatah, “the devil is in the detail”—ambisi besar membutuhkan strategi besar pula. Kita tidak bisa hanya berpegang pada janji politik. Rakyat Subang perlu tahu: berapa biayanya, darimana anggarannya, dan bagaimana realisasi teknisnya. Sebab janji tanpa pengawalan bisa melahirkan kekecewaan.
- Jalan Mulus 2027: Janji “Leucir” yang Tak Bisa Asal Ditambal
Masalah jalan rusak sudah menjadi keluhan klasik warga Subang selama bertahun-tahun. Dari jalur tengah hingga selatan, banyak ruas jalan yang berlubang, hancur, bahkan putus total di musim hujan. Bupati Reynaldy meletakkan persoalan ini sebagai prioritas utamanya.
Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D) Subang menunjukkan: 195,99 km ruas jalan berada dalam kondisi rusak berat. Estimasi biaya penanganannya mencapai Rp1,058 triliun—jumlah yang luar biasa besar jika dibandingkan dengan kapasitas APBD Subang.
Sebagai gambaran, dalam APBD 2025, Pemkab Subang berhasil melakukan efisiensi sebesar Rp140 miliar. Reynaldy mengklaim, angka itu akan terus meningkat: tahun ini ditargetkan Rp250 miliar untuk jalan, dan tahun depan hingga Rp300–350 miliar.
Lantas apakah cukup?
Kalau dijumlahkan, alokasi dua tahun bisa mencapai Rp600 miliar. Masih tersisa Rp400-an miliar. Reynaldy menyebut, kekurangannya akan ditutupi lewat bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Saya sudah komunikasi dengan Pak Gubernur, dan Insya Allah sisanya akan ditutupi oleh bantuan provinsi,” ujar Rey.
Artinya, program ini sangat bergantung pada sinergi dan konsistensi politik antara Pemkab dan Pemprov, serta pada kemampuan Pemkab Subang menjaga disiplin fiskal dan mengeksekusi proyek secara tepat waktu.
Namun perlu dicatat, anggaran saja tidak cukup. Faktor efektivitas pelaksanaan, kualitas pengerjaan, dan pengawasan publik akan sangat menentukan. Jangan sampai target jalan mulus malah berubah jadi jalan “tambal sulam” yang rusak kembali dalam hitungan bulan.
- RSUD Pantura: Investasi Kesehatan
Janji besar kedua adalah pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah bertaraf internasional di kawasan pantura Subang. Wacana ini muncul dari kebutuhan nyata: wilayah utara Subang, seperti Ciasem, Blanakan, Pamanukan, Patokbeusi hingga Sukasari, masih minim layanan kesehatan besar. Akses warga terhadap RS rujukan masih jauh dan lambat.
Bupati Reynaldy ingin pembangunan RS ini dimulai secepatnya. Dan sudah bisa melayani di 2028. “Kalau RSUD di 2027 itu sudah harus peletakan batu pertama di bulan Januari. Saya maunya cepat, paling setahun atau dua tahun. Ya setahun lah,” ujarnya optimistis.
Saat ini, tim teknis Pemkab sedang menyusun Detail Engineering Design (DED). Lokasi sempat direncanakan di Pusakanagara, namun kini dialihkan ke Sukasari, dengan pertimbangan bisa menjangkau lebih banyak kecamatan strategis.
Menariknya, Reynaldy juga membuka peluang keterlibatan swasta dalam pembangunan RS ini. Ia mengaku sudah berbicara dengan beberapa rumah sakit besar dan investor. “Sudah ada yang mau. Tinggal diyakinkan saja,” katanya.
Secara jangka panjang, kehadiran RSUD di pantura Subang memang sangat dibutuhkan, terutama jika dikaitkan dengan pengembangan Pelabuhan Patimban dan kawasan industri pendukungnya. RS ini bukan hanya fasilitas kesehatan, tapi juga bagian dari ekosistem pertumbuhan ekonomi.
Namun tantangannya tidak sedikit. Dari penyediaan lahan, legalitas, pembiayaan, hingga model bisnis dan keberlanjutan operasionalnya—semua harus jelas sejak awal. Jika tidak, RSUD ini bisa terjebak sebagai proyek mercusuar: megah saat dibangun, tapi stagnan dalam pelayanan.
- Publik Harus Kawal, Bukan Cukup Tahu
Dua agenda besar ini akan mengubah wajah Subang—jika benar-benar tuntas. Tapi juga bisa menjadi beban dan kekecewaan publik jika gagal direncanakan dan dikerjakan secara serius.
Karena itu, masyarakat, media, LSM, hingga DPRD harus aktif mengawal. Beberapa langkah konkret yang perlu dilakukan:
- Minta keterbukaan data. Pemkab harus merilis peta jalan rusak yang akan diperbaiki tiap tahun. Progres fisik dan anggarannya bisa dibuat dashboard publik.
- Transparansi lelang dan KPBU. Tender jalan dan RSUD wajib diumumkan dan dikawal integritasnya. Skema kerja sama dengan swasta juga harus adil dan tidak membebani rakyat.
- Audit berkala dan laporan publik. Bupati bisa menetapkan sistem monitoring berbasis triwulanan, baik untuk jalan maupun RSUD. Publik pun bisa ikut memverifikasi langsung di lapangan.
- Keterlibatan akademisi dan kampus. Kajian dampak sosial dan ekonomi dari dua program ini perlu dilakukan sejak dini. Tak bisa hanya mengandalkan narasi politik semata.
Penutup: Legacy atau Ilusi?
Reynaldy dan Agus Masykur punya ambisi besar. Tapi sejarah kepemimpinan selalu menunjukkan satu hal: rakyat hanya percaya pada hasil, bukan janji.
Jalan mulus dan RSUD pantura adalah dua mimpi besar. Bila berhasil, ini akan menjadi legacy pembangunan yang mengangkat nama Subang secara nasional. Tapi bila gagal, akan menjadi ilusi politik yang menambah panjang daftar kekecewaan publik.
Karena itu, mari kita kawal bersama. Bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk memastikan: pembangunan benar-benar hadir untuk rakyat.
Annas Nashrullah, adalah Jurnalis Lokal. Opini ini berdasarkan sejumlah berita yang sudah tayang di media massa.
____
Catatan Redaksi:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis. Redaksi membuka ruang opini publik, komunitas, dan akademisi untuk menyampaikan kritik, dukungan, atau ide kebijakan secara terbuka. Kirimkan naskah Anda ke redaksi@tintahijau.com






