OPINI: MK Ubah Aturan Pilkada 2024: Pengaruh Kekuasaan Jokowi Mulai Memudar?

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan partai politik tanpa kursi di DPRD mencalonkan kepala daerah telah mengguncang peta politik nasional dan daerah. Keputusan ini diambil setelah MK mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora dalam sidang pada Selasa (20/8) di Jakarta.

Melalui keputusan ini pula, partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu 2024 dapat mengajukan calon kepala daerah kendati tidak memiliki kursi di DPRD, asalkan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ini jelas menjadi game-changer dalam percaturan politik menjelang pendaftaran calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2024.

Keputusan MK yang mengejutkan juga dapat mengganggu koalisi partai yang telah dibangun dengan susah payah sebelumnya. Sebagai contoh nyata, dalam Pilgub DKI Jakarta, di mana Koalisi KIM Plus kecuali PDIP telah mendeklarasikan pasangan Ridwan Kamil dan Siswono yang dijuluki “Rawon”.

Namun dengan putusan MK ini, peta politik diprediksi akan berubah drastis. Anies Baswedan, yang sebelumnya diprediksi kesulitan maju karena tidak ada partai yang mengusungnya, kini memiliki peluang besar untuk ikut berlaga di Pilkada DKI Jakarta. Bagi pendukung Anies Baswedan, ini tentu menjadi angin segar, dan arus dukungan untuknya pun diprediksi akan semakin menguat.

Baca Juga:  Apakah Seorang CEO Harus Aktif di Media Sosial?

Dampak putusan MK ini tidak hanya dirasakan di Jakarta, tetapi juga di berbagai daerah yang akan melaksanakan Pilkada Serentak. Koalisi partai politik di provinsi, kota, dan kabupaten di Indonesia akan berpikir ulang dalam menentukan langkah politik mereka.

Mengapa? Karena keputusan MK ini memungkinkan calon kepala daerah yang sebelumnya tak muncul ke permukaan bisa tiba-tiba mencalonkan diri, meski dengan popularitas dan elektabilitas yang rendah. Mereka bisa diusung oleh parpol non-parlemen yang memiliki peluang lebih besar untuk ambil bagian dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.

Perubahan ini tentu membawa dinamika baru dalam Pilkada Serentak 2024. Partai-partai yang sebelumnya tidak memiliki perwakilan di DPRD kini dapat menjadi kekuatan penentu dalam kontestasi politik di berbagai daerah. Hal ini juga membuka peluang bagi kandidat-kandidat alternatif yang selama ini terpinggirkan oleh dominasi partai besar.

Penting bagi partai politik dan calon kepala daerah untuk mempersiapkan strategi baru dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Mereka harus mampu merespon tantangan dari perubahan peta politik ini dengan cerdas. Inilah saatnya bagi politisi untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam meraih dukungan rakyat dan memenangkan kandidat mereka.

Baca Juga:  KPU Kabupaten Purwakarta Lantik PPK Untuk Pilkada 2024

Implikasi Jangka Panjang

Keputusan MK ini juga menekankan pentingnya peran lembaga peradilan dalam menjaga keseimbangan kekuasaan di Indonesia. Meskipun Jokowi telah menunjukkan pengaruh yang kuat dalam berbagai keputusan politik, putusan ini menunjukkan bahwa kekuasaan eksekutif tidak selalu mutlak.MK telah membuka jalan bagi demokrasi yang lebih inklusif, di mana semua partai politik, besar atau kecil, memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi.

Namun, sebuah pelajaran penting harus diambil, hukum dan peradilan tidak boleh diseret untuk kepentingan politik tertentu. Jika ini terus dimainkan, demokrasi yang telah dibangun melalui jalan reformasi akan sia-sia.

Jangan biarkan jargon politik “tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi” meresap ke dalam dunia hukum. Jika ini terjadi, maka integritas hukum yang telah dijaga selama ini akan runtuh.

Namun, yang menarik dari putusan MK 60 ini apakah ada dampak terhadap kekuasaan Presiden Joko Widodo. Apakah ini tanda bahwa pengaruh Jokowi mulai memudar jelang kekuasaan lengser?
Waktu yang akan menjawab kebenaran ini. Yang pasti, Pilkada Serentak 2024 akan menjadi arena pertempuran politik yang lebih dinamis dan penuh kejutan.

Baca Juga:  OPINI: Memilih Pemimpin dalam Perspektif Al-Quran

Karena sebelumnya MK juga sempat mengubah aturan pencalonan usia minimal bagi cawapres, yang dianggap memberi jalan bagi putra Jokowi, Gibran Rakabuming.

Namun kali ini, MK justru membuat keputusan yang tampaknya bertentangan dengan keinginan Jokowi untuk memperkuat koalisi KIM Plus. Meski begitu, kebenaran ini masih perlu dikaji dan ditelusuri lebih dalam, karena tidak bisa diukur dari satu aspek saja, melainkan dari berbagai sudut pandang.

Penutup, demokrasi Indonesia sedang berada dalam fase yang menarik, di mana keputusan MK ini membuka lembaran baru dalam sejarah politik tanah air.Masyarakat kini memiliki lebih banyak pilihan, dan ini adalah kemenangan bagi demokrasi itu sendiri. Semoga.

Jejep Falahul Alam, Penulis adalah Pengurus ICMI Majalengka