OPINI: POSBANKUM: Navigasi menuju keadilan setara untuk semua
Keadilan secara hukum merupakan bagian integral dari hak asasi manusia (HAM). Dalam konteks HAM, hak memperoleh keadilan adalah hak asasi yang memastikan setiap orang mendapatkan penghormatan, perlindungan, dan melestarikan haknya di hadapan hukum. Hak ini meliputi proses peradilan yang bebas dan tidak memihak (fair trial), menjunjung prinsip due process of law, serta hak atas putusan hukum yang adil dan benar.
Hak untuk memperoleh keadilan ini sangat esensial karena menjadi kunci untuk merealisasikan berbagai hak asasi lainnya yang diakui dalam instrumen HAM internasional maupun nasional. Pembukaan keadilan hukum yang adil berkontribusi pada terwujudnya sila kedua Pancasila tentang Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta sila kelima tentang Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam praktiknya, negara wajib menyediakan akses terhadap sistem peradilan yang efektif, efisien, dan nondiskriminatif menjamin keadilan hukum bagi semua warga negara tanpa kecuali.
Mengutip apa yang disampaikan oleh mentri Hukum Supratman Andi Agtas
“pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat,
termasuk masyarakat tidak mampu, memiliki akses yang sama terhadap pendampingan
hukum dan pembelaan hukum. Salah satu upaya yang dilakukan Kemenkum adalah pembentukan Posbankum”
Pemberian bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu di Indonesia
menjadi isu penting dalam rangka mencapai keadilan sosial, sesuai dengan prinsip persamaan di depan hukum (Equality Before
The Law) yang tercantum dalam UUD 1945.
Negara berperan untuk membuka akses hukum bagi kelompok rentan agar mereka mendapatkan pembelaan hukum yang setara. Dalam konteks ini, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjadi landasan pemberian layanan hukum gratis kepada individu yang tidak mampu. Dalam pendekatan hukum normatif peran dan tanggung jawab negara dalam memastikan akses bantuan hukum kepada masyarakat miskin.
Negara melalui hukum dan lembaga bantuan hukum berperan penting dalam memberikan keadilan bagi masyarakat kurang mampu. Meskipun sistem hukum Indonesia telah mengadopsi prinsip due process, penerapannya masih menghadapi tantangan, terutama dalam memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang miskin dan rentan, dapat mengakses bantuan hukum secara efektif. Oleh karena itu, tanggung jawab negara dalam memenuhi hak-hak dasar seperti akses keadilan dan perlindungan hukum bagi masyarakat miskin harus terus diperkuat, dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diakui secara internasional.
Pemerintah pusat lewat kementrian Hukum telah meluncurkan program Pos Bantuan Hukum (Posbankum) Desa dan Kelurahan kemudian diikuti oleh pemerintah provinsi termasuk juga provinsi Jawa barat yang dilaksanakan pada hari kamis,2 Oktober 2025 bertempat di gedung Sabuga Bandung,dalam acara peresmian tersebut bahwa Provinsi Jawa barat sudah berhasil membentuk sebanyak 5.957 pos bantuan hukum atau Posbankum yang tersebar di desa dan kelurahan se-wilayah Jawa Barat.
Dalam memastikan program Posbankum Desa dan kelurahan berjalan,kementrian Hukum melakukan kerjasama dengan beberapa kementrian dan lembaga diantaranya dengan Mahkamah Agung tentang Penyelenggaraan Kegiatan Peacemaker Justice Award 2025; Kemenkum dengan Kementerian Dalam Negeri tentang Sinergitas Tugas dan Fungsi Dalam Pelaksanaan Pembinaan Hukum; Kemenkum dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal tentang Sinergisitas Tugas dan Fungsi Dalam Pelaksanaan Pembinaan Hukum dan Advokasi Masyarakat Desa; serta Kemenkum dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang Sinergisitas Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Pembinaan Hukum Serta Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Posbankum di desa dan kelurahan menjadi solusi strategis sebagai upaya mengurangi potensi terjadinya ketimpangan masalah hukum,di prakarsai oleh masyarakat yang peduli terhadap Hukum Posbankum Desa dan kelurahan menjadi rule model atau lembaga penyelesaian konflik yang ada di masyarakat yang mengutamakan pendekatan nonlitigasi atau alternative penyelesaian sengketa seperti mediasi.
Keberadaan Posbankum Desa/Kelurahan tidak hanya berperan sebagai titik layanan informasi dan konsultasi hukum, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan dan bantuan hukum di tingkat desa/kelurahan sehingga masyarakat desa/kelurahan dapat memahami hak dan kewajibannya, memiliki tempat menyelesaikan permasalahan dengan cara mediasi perdamaian, dan juga rujukan advokat jikalau dibutuhkan tindak lanjut untuk layanan bantuan hukum litigasi
Terkadang setiap program Keberadaannya tidak selalu berjalan maksimal meskipun program tersebut benar-benar di butuhkan masyarakat tidak terkecuali dengan program Pos Pelayanan Hukum (Posbankum) Desa dan Kelurahan. Pasca di luncurkan/diresmikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat,di Kabupaten Subang sendiri belum sepenuhnya berjalan bahkan di tengarai tidak berjalan sama sekali, hal ini mungkin diakibatkan karena belum adanya payung hukum sebagai dasar legalitas pelaksanaan.
Prinsip legalitas ini merupakan esensi dari negara hukum (rechtsstaat) di mana segala tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan yang sah dan jelas agar tidak terjadi tindakan sewenang-wenang, Kedua, keterbatasan sumber daya manusia, khususnya Paralegal yang bersertifikat (Certified Paralegal of Legal Aid/CPLA), sehingga kapasitas pelayanan hukum di tingkat desa/kelurahan sangat terbatas dan atau masalah klasik yaitu tidak tersedianya anggaran.
Program Pos Bantuan Hukum (Posbankum) di desa dan kelurahan secara umum dinilai baik dan strategis maka keberadaan dan keberlangsungannya harus menjadi komitmen bersama terutama pemerintah, karena Negara memiliki kewajiban dalam menyediakan layanan bantuan hukum, serta menjamin akses keadilan bagi masyarakat tanpa diskriminasi, sehingga diharapkan terwujudnya prinsip persamaan di depan hukum (Equality Before The Law).
Sekali lagi apapun programnya ketika sudah menyentuh dimensi tentang keadilan maka program tersebut sebagai program kebutuhan dasar masyarakat
Fuadi, S.H.,M.H.,C.NSP.,C.MSP, penulis adalah Managing Partner Nanggala Law Firm

							



