Sungguh tragis! Mungkin kata itu yang keluar dalam pikiran kita ketika mendengar kabar jumlah korban tewas karena mengkonsumsi miras oplosan di wilayah Jalancagak-Sagalaherang, Subang, terus bertambah setiap harinya. Saat tulisan ini dibuat, sudah 14 orang warga yang dinyatakan meninggal. Sungguh menyedihkan!
Tragedi kematian gara-gara miras oplosan ini entah untuk yang keberapa kali terjadi di tanah air. Angka kematian peminum khamar ini dalam sekali peristiwa bahkan tidak sedikit. Dan, peristiwa di wilayah Subang ini mungkin termasuk salah satu yang memecahkan rekor terbanyak di Indonesia dari segi jumlah korban tewas.
Banyak orang bertanya, mengapa tragedi ini terjadi. Sebagian memandang dikarenakan praktek penjualan miras oplosan dijalankan secara bebas. Bahkan terkesan peraturan daerah yang mengatur dan mengendalikan penjualan minuman beralkohol tak bertaji: baik dalam hal penjualan, distribusi, hingga konsumsi.
Penjualan, distribusi dan konsumsi miras oplosan, telah mengekspos bahaya praktik ilegal yang merugikan masyarakat secara luas. Baik dari sisi kesehatan masyarakat, segi hukum,kehidupan sosial dan juga ekonomi.
Dalam kasus ini kita perlu memahami akar permasalahan apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat kita saat ini. Praktek jual beli miras oplosan di warung-warung menunjukan adanya ketidakpatuhan, keterbatasan penegakan hukum,peredaran miras oplosan di pasar gelap, hingga adanya permintaan (demand) dari konsumen. Intinya: semua bisa terjadi ketika kontrol sosial mulai meredup dalam lingkungan masyarakat kita.