CIREBON, TINTAHIJAU.com – Kasus pembunuhan Vina dan Eky oleh geng motor di Cirebon, Jawa Barat, telah berlangsung selama delapan tahun namun masih menyisakan banyak pertanyaan.
Tiga kuasa hukum dari delapan terpidana dalam kasus ini mulai buka suara, menyatakan keyakinan bahwa klien mereka yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup bukanlah pelaku sebenarnya.
Para kuasa hukum mengungkapkan berbagai kejanggalan dalam penanganan kasus oleh pihak kepolisian. Mereka menyoroti perbedaan kronologi kejadian dan ketidaksesuaian antara tuntutan di persidangan dengan hasil visum dan otopsi dari dokter forensik.
Selain itu, mereka mempertanyakan temuan sperma di tubuh almarhumah Vina, yang tidak dapat diidentifikasi oleh pihak kepolisian dan dokter forensik. Anehnya, persidangan kasus pembunuhan ini sama sekali tidak pernah membahas soal pemerkosaan.
Lebih jauh, setelah penetapan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap tiga buron kasus ini, Kepala Desa Banjarwangunan menemukan 24 nama yang sama setelah lima hari penelusuran. Dari 24 nama tersebut, 15 di antaranya adalah nama Andi dan 9 nama Dani, sedangkan nama Pegi atau Perong tidak ditemukan. Upaya pencarian pelaku menemui kesulitan karena data yang diunggah minim, tanpa foto dan alamat lengkap.
Saka Tatal, salah satu terpidana yang telah bebas pada tahun 2020, menceritakan pengalamannya dalam program Sapa Indonesia. Saat ditangkap, usianya baru 15 tahun. Dia mengaku diperlakukan tidak manusiawi di kantor polisi dan dipaksa mengaku terlibat dalam pembunuhan Vina dan Eky.
Dengan adanya berbagai kejanggalan ini, harapan akan terungkapnya kebenaran semakin besar. Keluarga korban dan masyarakat luas menantikan penyelidikan yang lebih mendalam dan transparan agar keadilan dapat benar-benar ditegakkan.
Sumber: KOMPAS.tv





