SUBANG, TINTAHIJAU.com – Isu mengenai kebijakan Bea Cukai semakin menjadi sorotan publik. Baru-baru ini, sebuah cuitan dari seorang guru Sekolah Luar Biasa (SLB) menjadi viral karena mengungkapkan kesulitan yang dihadapi oleh pihaknya terkait penagihan biaya oleh Bea Cukai atas alat bantu belajar yang merupakan sumbangan dari Korea Selatan.
Dalam cuitannya, Rizal, seorang guru SLB, mengungkapkan bahwa alat bantu belajar untuk tunanetra yang diberikan oleh perusahaan Korea Selatan kepada SLB-nya ditagih ratusan juta oleh Bea Cukai. Ironisnya, alat tersebut merupakan sumbangan yang seharusnya membantu meningkatkan kualitas pendidikan bagi murid-murid tunanetra di SLB tersebut.
Kasus ini kemudian menjadi perbincangan hangat di media sosial, memunculkan banyak reaksi dari netizen yang prihatin terhadap kondisi tersebut. Tanggapan atas cuitan tersebut pun langsung datang dari Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Gatot S Wibowo.
Gatot menjelaskan bahwa pihaknya tengah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk mencari solusi terbaik terkait pembebasan bea masuk dan pajak lainnya atas barang sumbangan tersebut. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kejelasan bagi penerima bantuan, termasuk sekolah SLB yang terkena dampak.
Rizal pun merasa lega dengan adanya upaya penyelesaian dari pihak berwenang. Dia menyampaikan bahwa pihak sekolah akan segera mengajukan surat permohonan pembebasan bea masuk dan pajak lainnya kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta mulai hari Senin mendatang.
Menurut informasi yang diberikan, barang sumbangan dari perusahaan Korea Selatan ini telah tiba di Indonesia sejak tanggal 18 Desember 2022 namun tertahan di Bea Cukai. Pihak sekolah juga menerima email terkait nilai barang beserta permintaan kelengkapan dokumen untuk proses penyelesaian.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, turut turun tangan dalam menangani kasus ini. Beliau bahkan menggelar rapat koordinasi di Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta untuk mencari solusi terbaik atas masalah yang terjadi.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa awalnya barang tersebut dianggap sebagai kiriman biasa oleh perusahaan jasa titipan pada tanggal 18 Desember 2022. Namun, karena salah pengklasifikasian, barang tersebut ditetapkan sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD) dan ditagihkan biaya yang cukup besar. Setelah diketahui bahwa barang tersebut merupakan sumbangan, Bea Cukai bersedia membantu dengan mekanisme pembebasan fiskal atas nama dinas pendidikan terkait.
Mengakhiri rapat koordinasi, Sri Mulyani meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk melakukan perbaikan layanan demi menghindari kasus serupa di masa mendatang. Beliau menegaskan pentingnya peran Bea Cukai sebagai lembaga yang harus memberikan layanan yang cepat, tepat, dan efektif kepada masyarakat serta berperan sebagai fasilitator perdagangan yang memadai.
Perjuangan guru SLB ini menjadi cerminan dari kompleksitas birokrasi yang terkadang menyulitkan jalannya bantuan dan sumbangan. Namun, dengan adanya respon dari pihak berwenang, diharapkan masalah tersebut dapat segera terselesaikan untuk kebaikan pendidikan di Indonesia.
Sumber: detik.com