JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menggelar pertemuan dengan perwakilan pedagang thrifting untuk membahas keberlanjutan usaha dan kepastian hukum bagi para pelaku usaha pakaian bekas impor tersebut. Pertemuan itu dipimpin oleh Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu.
Dalam kesempatan tersebut, Adian menegaskan bahwa thrifting bukanlah faktor utama yang melemahkan pelaku UMKM di Indonesia. Ia merujuk pada data Kementerian UMKM yang menunjukkan bahwa jumlah barang thrifting yang masuk hanya sekitar 3.600 unit, atau sekitar 0,5 persen dari total 28 ribu kontainer tekstil ilegal yang mendominasi pasar nasional.
“Artinya, thrifting bukan penyebab utama persoalan UMKM. Ada konteks yang jauh lebih besar terkait tekstil ilegal,” ujar Adian.
Adian juga menyoroti maraknya pemberantasan sisa barang thrifting di sejumlah daerah dalam beberapa waktu terakhir. Ia meminta pemerintah daerah maupun aparat terkait untuk menghentikan sementara langkah tersebut, mengingat thrifting masih menjadi sumber penghasilan bagi banyak warga.
Menurut Adian, negara harus memahami dan mengolah data secara utuh sebelum mengambil kebijakan yang berdampak pada keberlangsungan ekonomi masyarakat kecil. Ia menambahkan bahwa para pedagang thrifting pada prinsipnya siap untuk dilegalisasi serta bersedia membayar pajak apabila diberikan payung hukum yang jelas.
Sementara itu, Koordinator Asosiasi Pedagang Thrifting, Rifai Silalahi, menyampaikan harapan agar pemerintah dapat memberikan kepastian hukum terkait usaha thrifting. Rifai menegaskan bahwa para pedagang siap untuk dilegalkan dan memenuhi kewajiban perpajakan jika pemerintah membuka ruang regulasi yang jelas.
“Kami hanya membutuhkan kepastian, agar usaha kami tidak terus-menerus berada dalam situasi yang abu-abu,” kata Rifai.
Pertemuan tersebut menjadi salah satu langkah awal dalam upaya mencari titik temu antara pemerintah dan pelaku usaha thrifting, di tengah polemik keberadaan pakaian bekas impor di Indonesia.






