Bandung Tak Gelar Peringatan Khusus KAA ke-70, Fokus ke Acara Lain Sepanjang 2025

Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan saat diwawancarai Parlementaria usai mengikuti Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian. Foto: Runi/nr

BANDUNG, TINTAHIJAU.com — Kota Bandung, yang menjadi saksi sejarah Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955, tahun ini tidak menggelar peringatan khusus dalam rangka 70 tahun penyelenggaraan KAA.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang biasanya diisi dengan konferensi tingkat tinggi dan berbagai kegiatan kenegaraan, peringatan KAA ke-70 di tahun 2025 tampak lebih sederhana.

“Secara khusus tidak ada (peringatan KAA). Jadi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Farhan, anggota DPR RI asal Bandung, saat menghadiri peluncuran logo “Bandung Ibu Kota Asia Afrika”, Kamis (18/4/2025).

Meski tanpa peringatan formal, berbagai kegiatan budaya dan festival tetap akan mewarnai Kota Bandung sepanjang tahun ini. Di antaranya adalah kehadiran komika Panji Pragiwaksono pada 19 April, acara lari amal “Run for Humanity” oleh aktor Dimas Seto pada 20 April, hingga kunjungan 15 duta besar negara-negara Afrika pada 23 April. Rangkaian kegiatan tersebut akan berlanjut hingga November, yang ditutup dengan penyelenggaraan Festival Film Bandung ke-38.

Farhan juga menuturkan bahwa perayaan-perayaan tahun ini tidak hanya akan terpusat di kawasan ikonik Asia Afrika dan Braga, melainkan juga menyebar ke lima wilayah lain di Kota Bandung. Ia menyebutkan bahwa keputusan untuk tidak mengadakan acara khusus peringatan KAA disebabkan fokus pemerintah kota dan masyarakat yang lebih diarahkan pada perayaan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus mendatang.

“Kita akan bikin konser besar di balai kota, di mana semua musisi Bandung akan tampil membawakan lagu-lagu nasional dan daerah,” jelas Farhan. Konser serupa juga direncanakan untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kota Bandung pada 25 September.

Walau tidak ada peringatan resmi, Farhan menekankan pentingnya peran historis Kota Bandung dalam sejarah dunia. Ia mengingatkan bahwa KAA 1955 merupakan pertemuan diplomatik multilateral pertama di luar PBB setelah Perang Dunia II, dan menjadi simbol perjuangan negara-negara berkembang untuk bersatu menghadapi kolonialisme.

“Bayangkan tahun 1955 orang Kenya bisa datang ke Bandung itu perjuangan yang luar biasa,” kata Farhan. Ia juga mengenang peran besar para diplomat Indonesia seperti Ali Sastroamidjojo dan Mohammad Hatta dalam menjalin komunikasi dengan pemimpin-pemimpin negara Asia dan Afrika demi mewujudkan konferensi bersejarah tersebut.

Meski peringatan KAA tahun ini tak digelar secara resmi, semangat dan nilai-nilai solidaritas, antikolonialisme, serta perdamaian dunia yang diusung KAA tetap hidup dalam berbagai kegiatan yang berlangsung di Kota Bandung sepanjang 2025.