SUBANG, TINTAHIJAU.com – Warganet dihebohkan dengan dugaan bocornya data pemilih sebanyak 204 juta di situs resmi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Saat ini, KPU sedang aktif melakukan penyelidikan untuk mengklarifikasi kebenaran informasi tersebut.
Dugaan bocornya data pemilih pertama kali muncul ketika seorang akun dengan nama Jimbo memposting informasi tersebut di Breach Forums pada 27 November.
Jimbo mengklaim memiliki lebih dari 250 juta data pemilih dan menjualnya dengan harga USD 74 ribu atau sekitar Rp 1,14 miliar. Dalam postingannya, Jimbo juga melampirkan 500 ribu sampel data pemilih, termasuk yang berada di luar negeri, lengkap dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, dan alamat.
Keprihatinan pun timbul dari masyarakat terkait potensi risiko keamanan data pribadi yang dapat dieksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, KPU bersama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang berupaya untuk menelusuri dan memastikan kebenaran informasi ini.
Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, memberikan tanggapan terkait dugaan kebocoran data pemilih pada Pemilu 2024. Anies menekankan pentingnya menjaga keamanan data pemilih dengan serius dalam sebuah diskusi di Bandung.
Meskipun membaca berita tersebut, Anies menyatakan belum mendengar verifikasi resmi dan menunggu pernyataan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Saya membaca berita itu tapi saya belum mendengar verifikasinya dan lain-lain, tapi kami merasa perlu yang namanya data itu harus dijaga keamanannya secara amat-amat serius, bukan saja pada aspek sistemnya tapi juga integritas operator yang melaksanakannya supaya keamanan data terjaga,” ujar Anies.
Anies juga menyampaikan bahwa pihaknya belum mendapatkan informasi resmi dari KPU, sehingga mereka menunggu pernyataan resmi sebelum memberikan tanggapan lebih lanjut.
Ia menekankan bahwa keamanan data pemilih harus menjadi prioritas, tidak hanya dari segi sistem tetapi juga integritas dari para operator yang menangani data tersebut.
Anies juga enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait kabar dugaan kebocoran data pemilih. Ia menegaskan bahwa tidak ingin memberikan tanggapan terhadap isu yang informasinya belum lengkap.
“Nanti saya akan minta teman-teman seperti Pak Leon untuk membahas lebih jauh, kan hari ini baru pemberitaannya belum ada rilis resmi, jangan kita berkomentar untuk sesuatu yang kita belum ada informasi lengkap, dan saya dari dulu tidak pernah mau menceritakan yang belum tuntas dan berkomentar yang belum jelas,” ucapnya.
Sebagai informasi, isu kebocoran data pemilih menjadi viral di media sosial setelah akun media sosial X membeberkan informasi tentang threat actor bernama Jimbo yang menjual data dari KPU.
Data tersebut dijual dengan menggunakan Bitcoin dan mencakup informasi dari 252 juta orang, termasuk Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (NKK), nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP), Tempat Pemungutan Suara (TPS), e-KTP, jenis kelamin, tanggal lahir, dan informasi terkait konsulat jenderal, kedutaan besar, dan konsulat Republik Indonesia. Bareskrim juga telah menyatakan sedang menyelidiki dugaan kebocoran data tersebut.