MATARAM, TINTAHIJAU.com – Perilaku AG (21), seorang pemuda difabel yang kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali menjadi sorotan. I Made Ria Taurisia Armayani, dosen pembimbing akademik (PA) AG, mengungkapkan sejumlah hal terkait mahasiswa tersebut.
Ria mengaku dirinya pernah dilaporkan oleh AG ke Dinas Sosial setempat. Menurut AG, Ria dianggap tidak mendukungnya untuk melanjutkan kuliah. Namun, Ria membantah keras tuduhan tersebut.
“AG ini berbohong. Saya selaku dosen PA dianggap tidak menginginkan dia kuliah, padahal itu tidak benar,” ujar Ria pada Selasa (3/12/2024).
Masalah Beasiswa dan Manipulasi
Ria menjelaskan, permasalahan bermula dari tunggakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) AG, meskipun mahasiswa tersebut merupakan penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). AG diketahui menerima pencairan beasiswa sebesar Rp13 juta per tahun, namun masih menunggak pembayaran UKT sebesar Rp900.000 per semester.
Setelah sistem pembayaran ditutup, AG sempat meminta pinjaman uang kepada Ria untuk membayar tunggakan tersebut. Namun, permintaan itu tidak dikabulkan karena sistem pembayaran UKT sudah tidak dapat dibuka.
Akibatnya, AG tidak lagi mendapatkan beasiswa KIP-K. Kejadian tersebut mendorong AG untuk melaporkan Ria ke Dinas Sosial.
Selain itu, Ria mengungkapkan bahwa AG sering memanipulasi absensi perkuliahan. “Dia sering membolos sejak awal, tapi absensinya tercatat bagus,” katanya.
Terjerat Kasus Pelecehan
Ria menyebut dirinya tidak terkejut saat mengetahui AG menjadi tersangka dugaan pelecehan seksual. “Saya menyayangkan kasus ini, tetapi tidak kaget karena ini bukan kali pertama AG membuat ulah,” ungkapnya.
Polisi menetapkan AG sebagai tersangka setelah mendapatkan bukti berupa rekaman video dan suara dari korban. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyatakan bahwa bukti tersebut diambil oleh korban saat AG berinteraksi dengannya.
“Korban merekam aksi pelaku menggunakan handphone miliknya sebelum pelaku melancarkan aksinya,” jelas Syarif.
Jumlah Korban Bertambah
Kasus ini semakin memprihatinkan setelah Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB melaporkan bahwa jumlah korban bertambah menjadi 15 orang, termasuk tiga anak di bawah umur. Ketua KDD NTB, Joko Jumadi, menyatakan bahwa dua korban baru melapor pada Jumat (6/12/2024).
“Hingga saat ini, tujuh korban sudah diperiksa oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda NTB. Kami mendorong agar korban lainnya juga melapor untuk proses hukum lebih lanjut,” ujar Joko.
Pihak kepolisian dan KDD NTB terus mengusut kasus ini untuk memberikan keadilan kepada para korban. Sementara itu, masyarakat berharap agar tindakan tegas diambil terhadap pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku.