TANGERANG, TINTAHIJAU.com — Fenomena tak biasa terjadi di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, di mana pagar bambu setinggi 6 meter dengan panjang lebih dari 30 kilometer membentang di lautan.
Kejadian ini membuat para nelayan kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti mencari ikan, dan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi mereka.
Pemasangan pagar laut ini pertama kali diketahui para nelayan yang mendapati jalur mereka terhalang pagar bambu. Berdasarkan keterangan nelayan, gangguan ini sudah dirasakan sejak tahun 2024. Namun, hingga kini belum ada solusi konkret. Situasi tersebut sempat viral di media sosial setelah dilaporkan oleh akun Instagram @politikbersih_2025, yang memancing banyak komentar pedas dari masyarakat terhadap pemerintah.
Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya angkat bicara mengenai fenomena ini. Suharyanto, perwakilan dari KKP, menyatakan bahwa pemasangan pagar masih dalam proses penyelidikan oleh Ombudsman dan tim gabungan. Namun, fakta bahwa pemerintah tidak mengetahui keberadaan pagar tersebut mengundang kritik tajam, karena hal ini dianggap sebagai bentuk kelalaian.
Pagar bambu yang membentang ini mencakup beberapa kecamatan, yakni Kecamatan Kronjo, Tengiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Teluknaga. Menurut Ombudsman Banten, keberadaan pagar ini telah menimbulkan kerugian sekitar Rp8 miliar per tahun bagi nelayan setempat. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan konsumsi bahan bakar solar kapal yang sebelumnya hanya membutuhkan dua liter per perjalanan, kini melonjak hingga lima liter.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi, mengungkapkan bahwa dugaan maladministrasi terkait status proyek strategis nasional (PSN) yang melibatkan pengembang Agung Sedayu Group menjadi salah satu fokus penyelidikan. “Indikasi bahwa masyarakat dirugikan atas keadaan saat ini sangat nyata,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Ombudsman, terdapat warga yang mengaku dibayar Rp100.000 per malam untuk menancapkan pagar tersebut. Namun, Muannas Alaidid, kuasa hukum Agung Sedayu Group, membantah keterlibatan perusahaan dalam pemasangan pagar yang disebut mencapai 30,10 kilometer.
Meskipun demikian, dugaan keterkaitan proyek pengembang PIK 2 dengan fenomena ini terus menjadi sorotan. Ombudsman mendesak adanya langkah tegas untuk mengusut siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar tersebut, yang jelas-jelas melanggar aturan dan merugikan masyarakat.
Masyarakat pesisir berharap agar pagar sepanjang 30 kilometer ini segera dibongkar, mengingat dampaknya yang sangat merugikan. Mereka juga mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian serius dalam menyelesaikan masalah ini, agar tidak menimbulkan citra buruk terhadap kinerja pemerintah dalam melindungi hak-hak warga pesisir.
Dengan penyelidikan yang masih berlangsung, diharapkan ada kejelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab dan solusi yang berpihak pada kepentingan nelayan. Pemerintah dan pihak terkait harus bergerak cepat agar aktivitas nelayan dapat kembali normal, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tetap terjaga.