Haris dan Fatia Dinyatakan Bebas dari Tuduhan Pencemaran Nama Baik

Sidang Haris dan Fatia
(ANTARA Foto | M RisyalHidayat)

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Pada Senin, 8 Januari 2024, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Seperti dilansir di laman detikcom, dikutip Senin (8/1/2024) Baik Haris dan Fatia, Keduanya divonis bebas dengan sejumlah pertimbangan yang diungkapkan oleh majelis hakim.

Pertimbangan utama dalam putusan tersebut adalah penilaian bahwa frasa “Lord Luhut” yang digunakan oleh Haris Azhar tidak dianggap sebagai penghinaan terhadap Luhut. Hakim menyatakan bahwa penggunaan kata ‘Lord’ sebelum nama saksi Luhut Binsar Pandjaitan sudah lazim digunakan oleh media online dan tidak menimbulkan masalah bagi yang bersangkutan.

“Hakim menilai kata ‘Lord’ pada saksi Luhut Binsar Pandjaitan bukanlah dimaksud sebagai suatu penghinaan atau pencemaran nama baik,” ungkap hakim.

Hakim juga menjelaskan bahwa kata ‘Lord’ memiliki arti ‘Yang Mulia’ dalam bahasa Inggris dan lebih merujuk pada jabatan sebagai seorang menteri dalam kabinet negara daripada sebagai penghinaan terhadap pribadi Luhut Binsar Pandjaitan.

Pembicaraan dalam podcast Haris Azhar, yang membahas relasi ekonomi-ops militer di Intan Jaya, Papua, juga dianggap sebagai hasil kajian cepat dari sejumlah LSM yang bergerak di bidang lingkungan dan pertambangan. Hakim menekankan bahwa perusahaan yang terkait dengan Luhut memiliki kaitan dengan perusahaan tambang di Papua yang dibahas dalam podcast tersebut.

Berdasarkan pertimbangan ini, hakim menyatakan Haris Azhar dan Fatia tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tidak hanya itu, Haris Azhar juga tidak terbukti melakukan tindak pidana menyebarkan kabar bohong atau menyerang kehormatan pribadi Luhut sesuai dengan Pasal 14 ayat 2 UU 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU 1 Tahun 1946, Pasal 310 KUHP ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Putusan ini disambut baik oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, sementara jaksa menyatakan perlu waktu untuk memikirkan langkah selanjutnya. Putusan ini menjadi sorotan dalam konteks kebebasan berpendapat dan batasan hukum terkait ekspresi kritis terhadap tokoh publik di Indonesia.