JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengajukan uji materi terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan tersebut didaftarkan melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, pada Kamis malam, 24 Juli 2025, sebelum majelis hakim memutus perkara yang menyeret nama Hasto.
Pasal 21 UU Tipikor mengatur hukuman pidana bagi siapa pun yang secara langsung atau tidak langsung mencegah, merintangi, atau menggagalkan proses hukum dalam perkara korupsi. Ancaman hukuman dalam pasal ini mencapai 12 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta.
Maqdir menyebut bahwa Hasto menggugat pasal ini karena dinilai tidak seimbang dengan esensinya sebagai pasal tambahan. “Pasal 21 ini mengatur perbuatan menghalangi penyidikan, bukan perbuatan korupsinya. Namun, ancaman hukumannya justru lebih tinggi dari pasal-pasal utama dalam UU Tipikor. Ini tidak proporsional,” ujar Maqdir, Senin (28/7).
Dalam petitumnya, Hasto meminta MK merevisi ketentuan pidana dalam Pasal 21 agar ancaman penjara maksimal dibatasi hanya tiga tahun. Ia juga mengusulkan agar pasal ini ditegaskan sebagai pasal kumulatif, yang mensyaratkan adanya rangkaian perbuatan konkret sebelum seseorang bisa dipidana dengan pasal tersebut.
Menanggapi langkah hukum ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan menghormati hak konstitusional Hasto. “Prinsipnya kami menghormati upaya uji materi yang dilakukan ke MK. Pasal 21 sangat penting untuk menjaga efektivitas penegakan hukum, agar tidak ada yang menghalangi proses penyidikan,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (29/7), di Gedung Merah Putih KPK.
Ia juga menambahkan, pasal tersebut sebelumnya telah digunakan dalam berbagai kasus, termasuk kasus korupsi proyek e-KTP.
Uji materi ini diajukan setelah pada 18 Juli 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan dalam kasus buronan Harun Masiku. Hakim menyatakan tidak ada unsur kesengajaan dari Hasto untuk menghambat penyidikan, dan menyebut Hasto bersikap kooperatif.
Namun, dalam perkara lain, Hasto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus suap terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Ia divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan dikenakan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan serta denda sebesar Rp250 juta. Jika tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
Langkah hukum ini menambah dinamika dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia, terutama menyangkut keseimbangan antara perlindungan hukum dan efektivitas pemberantasan korupsi. MK dijadwalkan memeriksa permohonan uji materi Hasto dalam waktu dekat.





