Ini Alasan Prabowo Berikan Rehabilitasi di Kasus PT ASDP dan Polemik di Baliknya

Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Ira Puspadewi (kedua kiri) dan Muhammad Yusuf Hadi (kanan) menyampikan keterangan kepada media usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan pvonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/11).

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani keputusan rehabilitasi bagi mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, serta dua pejabat lain, Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi. Keputusan yang diumumkan Selasa (25/11) itu memunculkan perdebatan publik karena ketiganya baru divonis bersalah dalam kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN).

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa proses rehabilitasi bermula dari aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada DPR dan diteruskan kepada Kementerian Hukum dan HAM. “Segala sesuatu yang berkenaan dengan kasus-kasus yang terjadi dilakukan pengkajian dari berbagai sisi, termasuk pakar hukum,” ujar Prasetyo di Istana Jakarta.

Menurutnya, dalam sepekan terakhir Kemenkumham menindaklanjuti usulan tersebut dan kemudian mengirimkan surat kepada Presiden agar menggunakan hak rehabilitasi. Isu ini kemudian dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo.

“Bapak Presiden memberikan keputusan untuk menggunakan hak beliau dalam kasus tersebut. Baru sore hari ini beliau menandatangani keputusan itu,” kata Prasetyo. Ia menegaskan bahwa proses selanjutnya akan mengikuti ketentuan perundangan.

Vonis 4,5 Tahun Penjara

Ira Puspadewi sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (20/11). Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT JN pada 2019–2022, yang dinilai memperkaya pemilik PT JN sebesar Rp 1,25 triliun.

Dua pejabat lain, Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi, mendapat hukuman 4 tahun penjara serta denda Rp 250 juta. Meski terbukti memperkaya pihak lain, majelis hakim menyatakan Ira tidak menerima keuntungan pribadi.

Usai divonis, Ira meminta perlindungan Presiden. Ia bersikukuh akuisisi tersebut dilakukan demi memperkuat layanan ASDP di wilayah terluar dan tertinggal. “Kami mohon perlindungan hukum bagi profesional BUMN yang bekerja untuk kepentingan bangsa,” ujarnya.

Hakim Sunoto Ajukan Dissenting Opinion

Putusan majelis hakim terpecah. Hakim Sunoto menyampaikan dissenting opinion yang menyatakan Ira seharusnya dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Menurutnya, keputusan akuisisi adalah kebijakan bisnis yang dilindungi business judgement rule dan bukan tindak pidana.

“Perbuatan para terdakwa terbukti dilakukan, tapi bukan merupakan tindak pidana,” tegas Sunoto. Ia menilai para terdakwa tidak memiliki kepentingan pribadi, hubungan dekat dengan pemilik PT JN, maupun niat merugikan negara. Pemidanaan terhadap mereka, menurut Sunoto, dapat menjadi preseden buruk karena membuat direksi BUMN enggan mengambil keputusan strategis yang berisiko.

KPK Tetap Yakin Ada Korupsi

Di sisi lain, KPK menegaskan bahwa penetapan Ira sebagai tersangka didasarkan pada bukti kuat. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut lembaganya telah memeriksa langsung kondisi 53 kapal PT JN yang diakuisisi ASDP. Dari jumlah itu, 16 kapal hingga kini masih berada di galangan karena belum dibayarkan biaya perbaikan.

“Kondisi ini berdampak pada profit-loss perusahaan,” ujar Budi. KPK juga mencurigai adanya rekayasa dalam penilaian aset kapal yang tergolong tua, serta kejanggalan kondisi keuangan PT JN yang dinilai buruk namun tetap diakuisisi dengan nilai tinggi. Selain itu, utang PT JN otomatis menjadi tanggung jawab ASDP.

“Kami memahami bisnis bisa untung atau rugi. Namun yang kami lihat adalah prosesnya, dan kami menemukan unsur perbuatan melawan hukum dan pihak-pihak yang diuntungkan,” kata Budi.

Meski rehabilitasi telah diteken Presiden, proses hukum terhadap ketiga terdakwa tetap menjadi perhatian publik. Pemerintah memastikan keputusan rehabilitasi dilakukan melalui kajian komprehensif, sementara KPK berpegang pada hasil penyidikan yang menyatakan adanya kerugian negara.

Kontroversi ini diperkirakan masih akan bergulir, mengingat perbedaan pandangan tajam antara Presiden, hakim dissenting, dan KPK mengenai apakah akuisisi PT JN merupakan keputusan bisnis atau praktik korupsi.