‎JaF Usung Diplomasi Budaya Majalengka ke Bienal de São Paulo Brasil‎‎

MAJALENGKA, TINTAHIJAU.COM – Jatiwangi art Factory (JaF) kembali menegaskan diri sebagai salah satu motor diplomasi budaya Indonesia. Setelah tampil di Documenta Kassel Jerman pada 2022, akhir tahun ini komunitas seni asal Majalengka itu kembali diundang ke Bienal de São Paulo, salah satu pameran seni paling berpengaruh di dunia.‎‎

Undangan ini bukan hanya pengakuan atas kreativitas JaF, tetapi juga bentuk representasi Majalengka di panggung seni internasional. “Dari Indonesia hanya JaF yang diundang. Kami membawa kerja budaya kampung kecil ke ruang global,” ujar penggiat JaF, Ismal Muntaha.‎‎

Bawa Karakter Majalengka ke Dunia, Bukan Sekadar Tampil Seni‎‎

Jika peserta Bienal umumnya membawa karya rupa, JaF justru diundang karena aktivitas sosial-budaya khasnya. Kurator Bienal telah lama mengikuti konsistensi program JaF seperti Rampak Genteng, Forum 27-an, serta Perhutana, dan Dua perwakilan JaF akan berangkat ke Brasil pada 9–17 Desember 2025.‎‎

“Kami diminta bukan untuk pamer karya, tapi membawa cara kami hidup, berkumpul, dan bergerak. Mereka ingin aktivitas JaF hadir di tengah warga Brasil,” kata Ismal.‎‎

Rampak Genteng—yang menggabungkan bunyi genteng, kerja kolektif dan ritus kampung—akan dihadirkan kembali, dengan perlengkapan yang dicari langsung di Brasil.

Sementara itu, tanah Majalengka “Kasungka” dibawa sebagai simbol identitas kebudayaan tanah.‎‎ Isu Lingkungan Jadi Titik Temu Majalengka–Amazon‎‎JaF memilih Bienal ini sebagai ruang dialog global mengenai lingkungan.

Program Perhutana, yang selama ini merevitalisasi hutan kampung di Majalengka melalui gotong royong, akan menjadi salah satu narasi utama.‎‎“Kita ingin menunjukkan bahwa kota kecil pun punya kontribusi pada isu iklim. Brasil punya Amazon, kami punya Perhutana,” ujar Ismal.‎‎

JaF bahkan berencana bertemu masyarakat adat Amazon dan pegiat lingkungan, membawa gagasan bahwa keberlanjutan bisa lahir dari solidaritas komunitas.‎‎

Soft Power dari Kampung: Ketika Majalengka Masuk Peta Seni Dunia‎‎

Bienal de São Paulo bukan sekadar pameran. Ia menjadi ruang diplomasi budaya di mana gagasan-gagasan kecil dari desa bisa masuk dalam pembicaraan global.

Di sanalah JaF menempatkan dirinya—bukan sebagai tamu hiburan, tetapi sebagai pembawa narasi.‎‎“Yang ingin kami tunjukkan adalah keguyuban. Bahwa budaya kampung, cara kerja kolektif, itu relevan untuk dunia hari ini,” ujar Ismal.‎‎

Sejak 1951, Bienal São Paulo dianggap salah satu pilar pameran seni dunia. Dengan tampilnya JaF, Majalengka kembali tercatat sebagai pengirim gagasan di antara pusat-pusat kebudayaan dunia.