BANDUNG, TINTAHIJAU.com – Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi mengubah jam masuk sekolah di seluruh jenjang pendidikan. Perubahan ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 58/PK.03/DISDIK yang menetapkan jam efektif pembelajaran dimulai pukul 06.30 WIB, berlaku mulai tahun ajaran 2025/2026.
Selain mempercepat jam masuk, kebijakan baru ini juga mengatur hari belajar yang sebelumnya enam hari menjadi lima hari, yakni Senin hingga Jumat. Hari Sabtu dan Minggu ditetapkan sebagai hari libur.
“Surat edaran ini sesuai dengan koridor jam efektif per minggu berdasarkan Permendikbud. Jadi, jam efektif tidak berubah, hanya harinya yang disesuaikan menjadi lima hari kerja. Pembelajaran dimulai pukul 06.30 dan diakhiri secara proporsional,” jelas Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, pada Selasa (3/6/2025).
Kebijakan ini, menurut Herman, akan mulai diterapkan pada tahun ajaran baru 2025/2026. Namun, pelaksanaan teknis di lapangan akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah oleh kepala daerah di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.
“Untuk jenjang SD dan SMP, teknis pelaksanaan ada di tangan bupati atau wali kota. Sedangkan untuk madrasah seperti MA, MTs, RA, dan MI, kebijakan ini bisa ditindaklanjuti oleh Kementerian Agama,” tambahnya.
Meski demikian, kebijakan ini mendapat sorotan dari Forum Komunikasi Sekolah Swasta (FKSS) Jawa Barat. Ketua Umum FKSS Jabar, Ade D. Hendriana meminta pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan jam masuk pukul 06.30 WIB.
“Secara teori, masuk lebih pagi memang memiliki keuntungan, seperti meningkatkan disiplin dan fokus belajar, serta mengurangi kemacetan. Namun secara biologis dan sosial, ini bisa menjadi beban berat bagi peserta didik,” ujarnya.
FKSS menyoroti potensi dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan siswa, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari sekolah.
“Bisa jadi siswa harus berangkat sejak pukul 04.00 pagi. Ini tentu mengganggu waktu istirahat dan ibadah seperti salat Subuh. Belum lagi risiko di jalan karena masih gelap dan infrastruktur di daerah yang belum memadai,” terang Ade.
FKSS berharap pemerintah daerah dan pusat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dengan mengedepankan aspek keselamatan, kesehatan, dan kesiapan infrastruktur, agar tidak menimbulkan persoalan baru dalam dunia pendidikan.





