‎Kader Perempuan HMI Majalengka Didorong Jadi Agen Perubahan

‎‎MAJALENGKA, TINTAHIJAU.com – Ketimpangan gender di Indonesia masih nyata dan kompleks. Dari ranah domestik hingga ruang publik, perempuan kerap menghadapi hambatan struktural yang menghalangi akses terhadap keadilan dan kesetaraan.

Hal inilah yang menjadi sorotan utama dalam Forum Latihan Khusus Kohati (LKK) HMI Cabang Majalengka, yang digelar di aula BP2SDM Wilayah IV Kadipaten, Senin (21/7/2025).‎‎

Mengangkat tema Psikologi Perempuan, pelatihan ini menghadirkan Dhora Darojatun, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Majalengka sekaligus Ketua Fraksi PKS, sebagai pemateri.

Namun lebih dari sekadar teori psikologi, sesi ini menjelma menjadi ruang refleksi kritis atas kondisi nyata yang dihadapi perempuan Indonesia.

‎‎“Kalau kita ingin memutus rantai ketimpangan gender, maka kader perempuan harus mulai dari mengenal dirinya sendiri. Dari sanalah muncul kesadaran untuk memimpin dan menyuarakan perubahan,” ujar Dhora di hadapan puluhan peserta dari berbagai daerah.‎‎

Dhora membeberkan fakta-fakta ketimpangan yang mencengangkan: dari angka perceraian yang didominasi cerai gugat oleh perempuan (308.956 dari total 394.608 kasus di 2024), hingga rendahnya partisipasi ekonomi perempuan (hanya 55 persen yang bekerja formal dibanding 83 persen laki-laki).‎‎

“Masih banyak perempuan terpaksa mengajukan cerai karena tidak mendapatkan keadilan dalam rumah tangga. Dan di sisi lain, hanya 15 persen laki-laki yang terlibat dalam pengasuhan, sisanya dibebankan sepenuhnya ke perempuan,” jelasnya.‎‎

Menurutnya, ketimpangan ini tidak bisa dibiarkan sebagai statistik. Para kader perempuan, terutama dari kalangan intelektual muda seperti HMI, harus mengambil peran strategis sebagai pemimpin yang paham realitas dan memperjuangkan keadilan berbasis nilai.‎‎

Dhora juga menyoroti pentingnya keberanian perempuan untuk menyuarakan hak-haknya. Mulai dari hak atas pendidikan, kesehatan reproduksi, hingga perlindungan dari kekerasan—termasuk yang terjadi secara kultural seperti poligami.‎‎

Ia menegaskan, regulasi seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM maupun Perda Majalengka No. 2 Tahun 2021 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, sudah cukup kuat. Tantangannya kini adalah implementasi yang berpihak dan berkelanjutan.

‎‎“Kalian semua bukan hanya peserta pelatihan. Kalian adalah calon pemimpin. Kalau bukan kalian yang menyuarakan keadilan untuk perempuan, siapa lagi?” tegasnya.

Ketua Kohati HMI Cabang Majalengka, Elisha Fajerin, menyatakan bahwa pelatihan ini bukan akhir dari proses, melainkan awal dari gerakan kaderisasi perempuan yang sadar isu, kritis, dan berdaya.‎‎

“Kami ingin kader Kohati tak hanya unggul secara akademik, tapi juga tangguh dalam membaca realitas sosial dan siap turun tangan mengubahnya,” tandasnya.‎