SUKABUMI, TINTAHIJAU.com – Kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menimpa seorang wanita bernama Reni Rahmawati. Polisi menetapkan dua orang kakak-beradik berinisial Y (38) dan JA (30) sebagai tersangka setelah keduanya ditangkap oleh tim gabungan Polres Sukabumi Kota dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menyatakan Y dan JA sudah diperiksa secara intensif oleh penyidik Ditreskrimum.
“Saudara Y dan JA telah memenuhi unsur Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1e juncto Pasal 56 KUHPidana,” ujar Hendra, Senin (29/9/2025).
Modus: Janji Gaji Fantastis hingga Kawin Kontrak
Dalam kasus ini, Y berperan sebagai perekrut sekaligus orang yang memproses dan membawa korban ke Guangzhou, China. Modus yang digunakan adalah mengiming-imingi korban dengan pekerjaan bergaji Rp15–30 juta di luar negeri. Faktanya, korban kemudian dieksploitasi secara seksual melalui praktik kawin kontrak.
Sementara itu, JA membantu Y dengan cara meminjamkan kendaraan untuk mengantar jemput korban, serta memberikan perantara dan keterangan yang mendukung aksi perdagangan orang tersebut.
Penyidik masih mendalami kemungkinan adanya pelaku lain dalam jaringan ini. Untuk saat ini, Y dan JA telah ditahan guna menjalani proses hukum lebih lanjut.
Komunikasi dengan Korban
Hendra mengungkapkan, penyidik sudah berhasil melakukan komunikasi langsung dengan korban, Reni Rahmawati, melalui sambungan video call. Dari komunikasi tersebut, diperoleh sejumlah kontak yang diduga terkait dengan para pelaku, termasuk nomor Y, JA, serta seorang terduga lain berinisial Ab.
Selain itu, penyidik Unit V Subdit IV Ditreskrimum juga telah mewawancarai pelapor, kuasa hukum, saksi-saksi, serta keluarga korban untuk memperkuat pembuktian kasus.
Kronologi Perdagangan Reni
Kuasa hukum korban, Rangga Suria Danuningrat, membenarkan bahwa Y dan JA yang merupakan kakak-beradik telah ditangkap dan sedang diperiksa di Polda Jabar.
Rangga menjelaskan, kasus ini berawal dari tawaran kerja yang disampaikan oleh dua orang lain berinisial N dan I kepada korban. Mereka menawarkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di China dengan gaji Rp15–30 juta.
Dari situlah, N dan I kemudian mengenalkan Reni kepada Y dan JA yang mereka kenal melalui media sosial. Setelah itu, Reni dibawa ke wilayah Cianjur dan Bogor, lalu disekap selama dua minggu sebelum akhirnya dinikahkan secara paksa.
“Sekitar bulan Agustus keluarga korban baru menerima kabar dari korban bahwa ia sedang berada di China dalam keadaan disekap,” ungkap Rangga.
Setibanya di China, Reni dijual kepada seorang pria berinisial TCC. Ia dijemput di Bandara Xiamen, kemudian dibawa ke Guangzhou dan diperlakukan secara paksa layaknya seorang istri.
“Korban disekap dan mendapatkan perlakuan paksaan seperti layaknya suami istri dan mendapatkan ancaman jika tidak menuruti,” tambah Rangga.
Tidak Digaji dan Diminta Tebusan
Selama hampir tiga bulan, Reni tidak menerima bayaran sama sekali. Saat ia meminta gaji, pelaku TCC justru menyebut bahwa ia telah “membeli” Reni dari Y dan JA, sehingga Reni dianggap tidak layak menerima upah.
Bahkan, jika Reni ingin pulang ke Indonesia, ia diwajibkan menebus dirinya dengan uang sebesar Rp200 juta.
“Setiap kali korban meminta gaji, pelaku TCC mengatakan bahwa dia sudah membeli korban dari pelaku Y dan JA sehingga korban tidak layak mendapatkan gaji, kalaupun korban ingin pulang, korban harus menebus uang sebesar Rp200 juta,” jelas Rangga.
Proses Hukum Berlanjut
Kasus ini kini tengah ditangani serius oleh Ditreskrimum Polda Jabar. Penyelidikan masih terus dilakukan, termasuk menelusuri keterlibatan N, I, dan Ab yang diduga bagian dari jaringan perdagangan orang.
Reni sendiri masih berada di China dalam kondisi tidak bebas sepenuhnya, sehingga pihak kepolisian bersama kuasa hukum dan keluarga terus berupaya melakukan langkah-langkah hukum serta diplomasi untuk memulangkannya ke Tanah Air.
Kasus ini menyoroti betapa maraknya praktik TPPO dengan modus pekerjaan bergaji besar di luar negeri, yang nyatanya berujung pada eksploitasi dan penyekapan. Polisi mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang tidak jelas legalitasnya.






