‎Karna Sobahi: PAW Merupakan Hak Penuh Partai Politik, Kursi Bisa Kosong hingga Akhir Masa Jabatan‎‎

Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Majalengka, Dr. H. Karna Sobahi, M.M.Pd, menegaskan bahwa Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap anggota legislatif merupakan hak prerogatif partai politik.

Jika partai tidak mengajukan PAW, maka kursi yang ditinggalkan anggota legislatif tidak akan terisi hingga akhir masa jabatan.‎‎Hal itu disampaikan Karna Sobahi saat dikonfirmasi awak media pada Jumat (4/7/2025).

Menurutnya, proses PAW tidak bisa dipaksakan oleh pihak luar karena sepenuhnya berada di tangan partai politik yang bersangkutan.‎‎

“Perlu saya jelaskan, PAW adalah hak partai politik. Diatur dalam undang-undang, dan jika tidak diajukan oleh partai, maka tidak ada mekanisme lain yang bisa mengisi kursi yang kosong tersebut,” ujar Karna.‎‎

Kursi Kosong Bisa Berdampak, Tapi Tetap Sah Secara Hukum

Meski bisa memengaruhi dinamika pengambilan keputusan dan representasi rakyat di lembaga legislatif, Karna menyebut bahwa kekosongan kursi tetap sah secara hukum apabila tidak ada pengajuan resmi dari partai.‎‎

“Contohnya jika anggota DPRD atau DPR RI meninggal dunia, sakit permanen, atau mengundurkan diri, namun partainya tidak mengajukan PAW, maka kursi itu tetap kosong sampai Pemilu berikutnya,” jelasnya.‎‎

Merespons Isu PAW Hamzah Nasah

Pernyataan ini juga menanggapi isu kekosongan kursi pasca tidak aktifnya Hamzah Nasah, yang sebelumnya menjabat anggota DPRD dari PDIP.

Karna memastikan bahwa keputusan terkait PAW atas nama yang bersangkutan sepenuhnya menjadi domain internal PDIP.‎‎

“Kami pastikan, keputusan soal PAW terhadap Hamzah Nasah adalah kewenangan PDIP. Jika kami menilai belum atau tidak perlu diajukan PAW, maka itu tidak akan dilakukan,” tegas mantan Bupati Majalengka tersebut.

‎‎PAW dan Preseden Mahkamah Konstitusi

‎‎Karna juga menyinggung beberapa preseden hukum yang pernah terjadi, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi terkait anggota DPRD yang berpindah partai.

Namun, menurutnya, dasar hukum tersebut tetap menguatkan posisi partai sebagai pihak satu-satunya yang dapat memproses PAW.

‎‎“Putusan MK dalam sejumlah kasus bisa menjadi bahan pertimbangan, namun intinya tetap: PAW hanya bisa dilakukan jika partai bersangkutan mengusulkannya,” pungkasnya.‎