CIREBON, TINTAHIJAU.com – Kawasan berikat di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) menjadi motor pertumbuhan ekonomi regional. Hingga September 2025, kawasan industri berikat di bawah pengawasan Bea Cukai Cirebon tercatat menyerap lebih dari 112 ribu tenaga kerja dengan nilai devisa ekspor menembus Rp 15 triliun.
Kepala Kantor Bea Cukai Cirebon, Abdul Rasyid, mengatakan jumlah perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat meningkat hampir 77 persen dibanding 2022. “Industri sepatu mendominasi, sekaligus menjadi penyumbang terbesar ekspor dari wilayah kerja Bea Cukai Cirebon,” ujarnya, Kamis (25/9/2025).
Rasyid menambahkan, selain menyumbang devisa besar, keberadaan kawasan berikat juga memicu tumbuhnya sektor usaha pendukung di sekitar kawasan industri.
Perusahaan Penyumbang Ekspor Tertinggi
Lima perusahaan tercatat sebagai penyumbang ekspor terbesar dari wilayah Cirebon. PT Long Rich menduduki posisi pertama dengan kontribusi Rp 4,24 triliun. Disusul PT Shoetown Ligung Indonesia sebesar Rp 2,56 triliun, PT Litebag Indonesia Rp 2,1 triliun, serta PT Limbros dan PT Diamond yang masing-masing mencatatkan ekspor Rp 1,13 triliun dan Rp 1,09 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Iwa Koswara, menyatakan fasilitas kawasan berikat terbukti menjadi penopang keberlangsungan industri. “Adanya fasilitas ini seperti penolong buat kami. Perusahaan penerima fasilitas daya tahannya lebih kuat dan bisa ekspansi ke daerah lain,” katanya.
Menurut Iwa, sejumlah perusahaan bahkan telah menambah pabrik di Jawa Barat dan Jawa Tengah, sehingga kawasan berikat diyakini mampu menarik lebih banyak investasi ke Indonesia.
Kontribusi Nasional
Secara nasional, hingga Agustus 2025 terdapat 1.512 perusahaan yang beroperasi dengan skema kawasan berikat. Industri ini berhasil menyerap lebih dari 1,83 juta tenaga kerja, berkontribusi sekitar 30 persen terhadap total ekspor nasional, serta menghasilkan devisa Rp 3.140 triliun.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan kawasan berikat dirancang untuk memberikan stimulus fiskal sekaligus menjaga akuntabilitas negara. Fasilitas yang diberikan berupa penangguhan bea masuk dan pajak impor atas bahan baku serta barang modal.
“Dengan begitu perusahaan bisa menekan biaya produksi sehingga lebih kompetitif di pasar global,” ujar Nirwala.
Ia menambahkan, pada 2024 lalu kawasan berikat berhasil mencatat investasi industri senilai Rp 221,53 triliun. Pemerintah juga memberikan fasilitas fiskal sebesar Rp 69,63 triliun untuk mendukung aktivitas tersebut.






