‎Ketum PP Pemuda Muhammadiyah: KOKAM Bukan Follower, Tapi Pasukan Leader‎‎

Jakarta, TINTAHIJAU.COM – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad Tawalla, menegaskan bahwa Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) bukanlah sekadar barisan penggembira. ‎‎

Dalam Apel Akbar KOKAM yang digelar Ahad, 20 Juli 2025 kemarin, di Stadion Tridadi Sleman, Yogyakarta, Dzulfikar menyampaikan orasi kebangsaan yang membakar semangat lebih dari 25.000 kader KOKAM dari seluruh Indonesia.‎‎

“Bersama 25.000 kader, saya tidak sedang memimpin barisan. Saya sedang menyatu dalam napas perjuangan,” ujarnya. ‎‎

“Kami tidak sedang hanya menggelar apel, kami sedang mengikrarkan diri bahwa kami siap menjadi barisan penjaga moral bangsa, menolak tunduk pada kebatilan, dan tidak sudi berkhianat pada negeri,” tegasnya.‎‎

Dzulfikar yang juga sebagai Wakil Menteri Pembangunan Pemuda dan Masyarakat Indonesia (PPMI), Dzulfikar menegaskan bahwa KOKAM tidak lahir dari keramaian, tapi ditempa oleh sejarah, disiplin, dan nilai-nilai kejuangan.

‎‎“Setia ing wacana. Setia ing laku. Setia ing nagara,” tegas Dzulfikar, mengutip doktrin perjuangan KOKAM.

‎‎Menurut Dzulfikar, kader KOKAM tidak akan pernah menjadi preman berseragam atau pelengkap pawai politik.

“Kami bukan follower. Seperti yang kami imani dari perkataan Presiden Prabowo, kami adalah pasukan leader,” ujarnya disambut tepuk tangan ribuan kader.

‎‎Ia juga menyinggung kesiapan KOKAM menghadirkan solusi nyata dalam isu-isu strategis nasional. Salah satunya, ketahanan pangan.

Dzulfikar bahkan menantang pembuktian langsung lewat program panen raya yang tengah digarap dalam empat bulan ke depan.‎‎

“Bismillah, ketahanan pangan bukan jargon. Kami undang Ayahanda Ketua Umum dan Bapak Kapolri menyaksikan panen raya jagung. Ini bukti bahwa kader KOKAM bisa bertani, berorganisasi, dan bernegara dalam satu tarikan napas,” ungkapnya.‎‎

Dalam akhir pidatonya, Dzulfikar menyampaikan terima kasih kepada para tokoh nasional dan Muhammadiyah yang selama ini menjadi guru, sahabat, dan teladan perjuangan, di antaranya Prof. Dr. Haedar Nashir, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, Sunanto PM, Saleh Daulay, dan Dahnil Anzar Simanjuntak.‎‎

Ia menutup dengan kutipan falsafah Jawa: “Lamun siro sakti, ojo mateni.” Jadilah laki-laki sejati yang tak mudah berpaling, dan tak meninggalkan kesetiaan pada jalan panjang bernama Muhammadiyah dan Indonesia Raya.