JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa tindakan RZ, anggota Sat Res Narkoba Polrestabes Semarang, menembak hingga tewas GRO, seorang siswa SMK di Semarang, memenuhi unsur pelanggaran HAM. Pernyataan ini disampaikan oleh Uli Parulian Sihombing, Koordinator Subkomisi Pemantauan Komnas HAM, melalui keterangan tertulis pada Kamis (5/12/2024).
Menurut Uli, pihaknya telah memantau insiden penembakan yang terjadi pada 24 November 2024 tersebut. Ia menjelaskan bahwa tindakan RZ melanggar Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Tindakan Sdr. RZ memenuhi unsur pelanggaran HAM, yaitu pelanggaran hak hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU HAM 1999 dan pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing,” tegasnya.
Pelanggaran Hak Hidup dan Hak Perlindungan Anak
Komnas HAM menilai tindakan RZ yang menyebabkan meninggalnya GRO telah menghilangkan hak hidup korban. Penembakan ini juga dikategorikan sebagai extra judicial killing, mengingat RZ bertindak di luar kapasitas tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
“Penembakan tersebut tidak dalam konteks pembelaan diri atau perintah undang-undang. RZ tidak sedang dalam situasi terancam atau menjalankan tugas yang mengharuskan penggunaan senjata api,” jelas Uli.
Lebih lanjut, tindakan RZ juga dianggap melanggar Hak atas Perlindungan Anak sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999. Pasalnya, korban GRO serta dua korban lainnya, S dan A, masih berstatus anak di bawah umur.
“Sebagai anggota Polri, RZ seharusnya tidak melakukan penembakan terhadap anak-anak. Kepolisian juga dilarang menggunakan senjata api dalam menghadapi anak-anak,” tambahnya.
Rekomendasi Komnas HAM
Berdasarkan temuan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kapolda Jawa Tengah untuk menegakkan hukum secara adil, transparan, dan imparsial terhadap RZ, baik dalam aspek etika, disiplin, maupun pidana.
Komnas HAM juga meminta dilakukan evaluasi berkala terhadap penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian di lingkungan Polda Jawa Tengah, termasuk pemeriksaan psikologi secara rutin.
“Anggota polisi juga perlu diberikan pemahaman mendalam mengenai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, terutama untuk polisi tingkat Bintara,” imbuh Uli.
Selain itu, Komnas HAM mengimbau Polda Jateng untuk menangani kasus tawuran pelajar secara humanis serta meningkatkan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait di tingkat provinsi guna menyelesaikan masalah tawuran di wilayah hukumnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan peristiwa serupa tidak terulang kembali dan hak asasi setiap individu, khususnya anak-anak, dapat lebih terjamin.