JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), yang bertindak sebagai kuasa hukum Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar, mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan konflik kepentingan Luhut Binsar Pandjaitan terkait praktik pertambangan di Papua.
Seruan ini muncul setelah Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis bebas kepada Haris dan Fatia dalam kasus tuduhan pencemaran nama baik terhadap Luhut.
TAUD mengungkapkan bahwa pada putusan tingkat pertama, Majelis Hakim telah mengakui beberapa fakta yang terungkap dalam persidangan, termasuk adanya indikasi konflik kepentingan Luhut dalam aktivitas pertambangan di Papua. Hal ini terkait dengan penjajakan bisnis oleh anak perusahaan Luhut, PT Tobacom Del Mandiri, bersama dengan PT Madinah Qurrota Ain dan West Wits Mining.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Luhut Binsar Pandjaitan merupakan beneficiary owner (pemilik manfaat) dari perusahaan tersebut. Setiap tahunnya, Luhut menerima laporan keuangan perusahaan, sehingga dianggap tidak mungkin tidak mengetahui atau menyetujui bisnis di Papua.
Pihak Haris-Fatia menilai adanya dugaan pelanggaran hukum dalam aktivitas pertambangan tersebut, dan mereka mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran itu. Selain itu, mereka berharap putusan MA ini dapat menjadi acuan bagi aparat penegak hukum untuk memulai investigasi terhadap konflik kepentingan Luhut Binsar Pandjaitan.
Selain itu, TAUD juga mendorong pemerintah untuk menindaklanjuti temuan yang berdasarkan kajian cepat berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua”. Mereka menyoroti tindakan kriminalisasi terhadap penelitian, pendapat, dan ekspresi sah yang dilakukan oleh pejabat publik seperti Luhut.
Menurut pasal 314 KUHP, pihak Luhut tidak dapat lagi melaporkan pihak yang menyebut dirinya memiliki konflik kepentingan atau terlibat dalam aktivitas pertambangan di Papua. Selain Luhut, TAUD menilai semua pihak yang disebut dalam riset kajian cepat tersebut juga tidak dapat melakukan pelaporan pidana terkait pasal penghinaan.
Tim kuasa hukum Haris-Fatia berharap bahwa putusan MA ini menjadi yurisprudensi bagi Majelis Hakim di setiap tingkatan pengadilan, terutama dalam mengadili kasus-kasus kriminalisasi terhadap aktivis atau pembela HAM dan lingkungan hidup.
Sebagai catatan, masih ada beberapa kasus serupa yang melibatkan pejuang lingkungan, seperti Daniel Fritz Tangkilisan di Karimunjawa, Muhriyono di Pakel, dan Sorbatua Siallagan di Simalungun, yang hingga kini masih memperjuangkan keadilan.
Dengan ditolaknya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) oleh MA, vonis bebas terhadap Haris dan Fatia dalam kasus pencemaran nama baik ini telah dikuatkan.
Sumber: KOMPAS.tv