Mengenal Istilah Femisida Terkait Kasus Mutilasi Istri di Malang

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Kasus suami yang memutilasi istrinya di Kota Malang, Jawa Timur, mengejutkan publik dan menarik perhatian Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan).

Menurut Komnas Perempuan, kejadian tersebut dapat dikategorikan sebagai femisida. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan femisida?

Menurut Anggota Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, femisida adalah bentuk pembunuhan yang dilakukan atas dasar gender, menjadi puncak dari kekerasan berbasis gender.

Dalam konteks hak asasi perempuan, femisida terjadi ketika pembunuhan dilakukan karena kebencian atau kontrol terhadap perempuan.

Menurut penjelasan Siti, beberapa unsur dapat memenuhi kriteria femisida. Pertama, pembunuhan harus dilatarbelakangi oleh kebencian dan kontrol terhadap perempuan.

Selanjutnya, ada penghinaan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan, kekerasan dilakukan di depan anak atau anggota keluarga lainnya, atau pembunuhan merupakan hasil dari eskalasi kekerasan baik secara seksual maupun fisik.

Dalam konteks femisida, sejarah ancaman pembunuhan terhadap korban, ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban dalam hal usia, ekonomi, pendidikan, maupun status juga menjadi faktor penentu.

Perlakuan terhadap tubuh korban yang bertujuan merendahkan martabat, seperti mutilasi, pembuangan, atau ketelanjangan, juga dianggap sebagai indikator femisida.

Kasus di Malang, yang melibatkan suami berinisial JM yang membunuh dan memutilasi istrinya, NMS, menyoroti kejamnya tindakan femisida. Diduga, JM melakukan tindakan tersebut karena masalah rumah tangga. Usai perbuatannya, JM menyerahkan diri ke polisi.

Femisida, menurut Komnas Perempuan, bukanlah fenomena baru. Istilah ini telah diakui dalam Deklarasi Wina Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 26 November 2012. Dalam deklarasi tersebut, femisida didefinisikan sebagai pembunuhan perempuan dan gadis karena gender mereka.

Data PBB menunjukkan bahwa 80% dari pembunuhan terencana terhadap perempuan dilakukan oleh orang terdekatnya. Namun, sayangnya, femisida masih sering dianggap sebagai tindakan kriminal biasa dan belum mendapatkan perhatian serius, meskipun fenomena ini terus meningkat di Indonesia, baik dari segi jumlah maupun bentuknya.

Melansir United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), berikut adalah 11 jenis femisida sesuai dengan Deklarasi Vienna:

  1. Pembunuhan perempuan karena kekerasan dari partner intim, seperti suami, pacar, pengguna jasa seksual
  2. Penyiksaan dan pembunuhan karena kebencian pada perempuan (misoginis)
  3. Pembunuhan perempuan atas nama “kehormatan”
  4. Pembunuhan yang sengaja menyasar perempuan dan gadis saat konflik bersenjata. Contohnya pemerkosaan dan pembunuhan oleh tentara
  5. Pembunuhan perempuan terkait mas kawin
  6. Pembunuhan perempuan karena orientasi seksual dan identitas gender mereka
  7. Pembunuhan perempuan masyarakat adat karena identitas gender sebagai perempuan
  8. Pembunuhan anak dan janin karena berjenis kelamin perempuan
  9. Kematian terkait sunat perempuan
  10. Pembunuhan karena tuduhan sebagai penyihir
  11. Femisida lain terkait geng, organisasi kriminal, pengedar narkotika, perdagangan manusia, dan penggunaan senjata api

Kasus femisida harus mendapatkan perhatian serius dan tindakan tegas, baik dari pihak berwenang maupun masyarakat. Pendidikan dan kesadaran tentang hak asasi perempuan perlu ditingkatkan agar femisida tidak lagi dianggap sebagai kejahatan biasa. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan adil bagi semua.