MAJALENGKA, TINTAHIJAU.com – Sejumlah nama jalan di Kabupaten Majalengka ternyata berkaitan erat dengan nama-nama pejuang kemerdekaan asal Majalengka.
Pemerhati Sejarah Majalengka, Nana Rohmana atau biasa disapa Kang Naro menerangkan sedikitnya ada 8 jalan di Majalengka yang dipakai sebagai pengingat jasa-jasa perjuangan mereka semasa perang melawan penjajah.
Delapan nama tersebut diantaranya, Jl. Letkol Abdul Gani, Jl. Ahmad Kusuma, Jl. Satari, Jl. Saleyoh, Jl. Emen Slamet, Jl. Suha, Jl. Suma, dan Jl. Laswi
1. Jl. Letkol Abdul Gani
Berada di jalur belakang Pendopo Majalengka, dulu disebut dengan jalan Sukarame.
Dijelaskan Naro bahwa Letkol Abdul Gani adalah pejuang asal Maja, merupakan ketua dari Pasukan Sindangkasih, kemudian bersama dengan Kapten Afandi, dengan Emen Slamet juga, mereka mengadakan penyerbuan di daerah Kawung Hilir.
Letkol Abdul Gani dan Emen Slamet bergabung untuk menyerbu tentara Belanda disana, sehingga terjadi perang Kawung hilir.
Maka disana dijadikan tugu yang sampai sekarang disebut tugu Kawung hilir, berdasarkan sejarah pertempuran antara pasukan Sindangkasih yang salah satunya dipimpin letkol Abdul Gani.
2. Jl Ahmad Kusuma
Berada di jalur Puskesmas Majalengka menuju Cicurug.
Ahmad Kusuma, menurut Naro sebenarnya bukan orang Majalengka atau Indonesia, tapi merupakan orang jepang. Ada dua nama yaitu Ahmad dan Kusuma,
“Itu nama Jepangnya dirahasiakan karena mereka (tahun 45) Nagasaki dibom sama Amerika, sebagian tentara jepang pulang kampung ke negaranya, sebagian lagi harakiri (bunuh diri), Ahmad dan Kusuma berpikir dari pada bunuh diri mending bergabung dengan tentara Indonesia melawan Belanda,’ kata Naro.
Intinya Ahmad dan Kusuma berpikir daripada bunuh diri mending berjuang melawan Belanda. Bergabung dengan pasukan republik Indonesia. Ahmad dimakamkan di depan pasar lama Majalengka, saat itu Kata Naro, dia mau menanam bom batok namun ketahuan pasukan Belanda akhirnya gugur disana.
Sedangkan Kusuma gugur di daerah Monjot, yang tragis makamnya Kusuma tidak ada, karena jenazahnya dibawa pasukan Belanda.
Nama Ahmad yang sebenarnya adalah Maida sementara Kusumah nama Jepangnya dirahasiakan.
3. Jl. Satari
Naro menyebut Satari pejuang berusia belia alias pemuda tanggung, dia gugur di pertempuran kota dengan pasukan Belanda dengan kisaran usia 15 atau 16 tahun. Satari sendiri merupakan kakek dari Nana Rohmana (Naro). makamnya berda di makam taman pahlawan Sawala.
4. Jl. Saleyoh
Dia adalah Perempuan pejuang yang tergabung dalam relawan palang merah Indonesia membantu orang-orang yang terluka, Saleyoh gugur di daerah Kelar gedang wilayah kelurahan Kulur, ia ditembak di bagian kepala saat membantu korban-korban dari pihak pejuang yang melawan Belanda, tertembak peluru nyasar.
“Kemudian Ia dikuburkan tahun 1947 dikubur disana, dan tahun 1950 karena sudah merdeka sudah tenang makamnya dipindahkan ke Sawala Kadipaten. Ia salah satu pahlawan perempuan Majalengka,” papar Naro.
4. Jl. Emen Selamet
Adalah pejuang yang gagah berani, Ia Juga sama salah satu pejuang dari Majalengka yang tergabung dalam pasukan 13 (sebelum bergabung dengan pasukan Sindangkasih)
“Beliau adalah pentolan-pentolan pejuang yang sangat reaktif, biasanya kalau perang paling depan, rambutnya ikal gondrong, sering naik Kuda kemana-mana naik kuda, dia juga dikenal sakti, menurut cerita orang tua jaman dulu Emen Slamet itu sakti gak bisa ditembak. Terkenal keras, kalau perang paling depan, pemberani.”
5. Jl. Suha
Berada di jalur Pujasera menuju arah jl. Kartini.
Suha adalah pejuang Majalengka tergabung dengan pasukan Sindangkasih, dia gugur saat perjalanan hijrah menuju Jogja dan dia gugur di daerah Jawa (Ambarawa).
6. Jl. Suma
Berada di jalur kampus STAI PUI, Suma juga seorang pejuang Majalengka tergabung dengan pasukan Sindangkasih.
7. Jl Laswi
Jalan ini berada di Kelurahan Tonjong arah pabrik kecap, Naro menyebut kalau Laswi adalah laskar dari Jakarta, pasukan dari ibu Tuti Alawiyah yang pernah ke Majalengka dan membentuk laskar wanita, saat Majalengka dikuasai Belanda.
“Saat itu sempat membuat pemerintahan sementara di Rajagaluh oleh para pejuang gerilya, kemudian ada pasukan Jakarta atau laskar jakarta yang bersamaan dengan laskar wanita,”papar Naro
Disana pasukan gerilya membentuk pemerintahan di Sindang Rajagaluh bersama dengan pasukan republik yang ada di Majalengka kemudian mengangkat Bupati M. Safil sebagai Bupati pertama atau bupati darurat karena saat itu Majalengka dikuasai Belanda karena Bupatinya juga diangkat oleh Belanda yang pro belanda.
Dari sejumlah nama pejuang Majalengka, Naro menyayangkan karena Plang nama jalan sebagian sudah tidak ada (tidak terpasang).
