SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Dampak dari Pembangunan jembatan yang menghubungkan Desa Muara dan Desa Tanjungtiga, Kecamatan Blanakan, Subang mangkrak, warga terpaksa memanfaatkan jembatan gantung .
Penggunaan jembatan gantung ini sudah dilakukan warga puluhan tahunan lalu. Jembatan yang menghubungkan dua Desa tersebut menjadi satu-satunya jalan penghubung dua desa tersebut. Ribuan masyarakat di dua desa tersebut memanfaatkan jembatan tersebut untuk beraktivitas dan sekolah.
Namun pada 2012 lalu itu, pemerintah berinisiatif untuk membangun jembatan permanen. Hanya saja, hingga 12 tahun berlalu, jembatan tersebut menyisakan puing-puing besi yang melintang di atas sungai antara dua desa tersebut.
Seorang Tokoh Blanakan Subang, Khaerl Anwar mengatakan, pembangunan jembatan yang menghubungkan jalan alternatif Karawang dan Pelabuhan Patimban Subang itu merogoh dana sekitar Rp15 miliar. Namun dalam realisasinya, dari total anggaran tersebut, Pemkab Subang baru meggelontorkan sekitar Rp8 Miliar ditambah dengan bantuan dari APBD pada 2018
“Seharusnya di tahun itu juga (2012) jembatan ini sudah selesai. Tapi nyatanya sampai 12 tahun ini, jembatan malah mangkrak, padahal ini akses jalan penghubung vital bagi masyarakat,” kata Bobi, sapaannya.
Sebagai alternatif, masyarakat membuat dan memanfaatkan jembatan gantung yang dibuat dari anyaman bambu. Warga menggunakan jembatan gantung yang melintas di atas sungai Ciasem untuk beraktivitas. Jembatan gantung ini hanya bisa dilalui kendaraan roda dua.
Saat kondisi air sungai tinggi, warga tak berani menggunakan jembatan tersebut. Sebaliknya, warga harus berputar arah menempuh jalan sekitar 18 kilometer lewat Ciasem atau jalur Pantura.
“Padahal jembatan ini sangat dibutuhkan untuk aktivitas anak sekolah dan masyarakat melakukan kegiatan sehari-hari dalam mencari nafkah,” katanya.
Mantan Anggota DPRD Subang berharap, pemerintahan Subang di bawah kepemimpinan Duet Reynaldi Putra-Agus Masykur Rosyadi, pembangunan jembatan tersebut bisa dilanjutkan.
“Bukan hanya berharap, tapi wajib dilanjutkan lagi. Kasian warga, apalagi musim hujan. Air sungai tinggi, mereka harus putar haluan yang harus menempuh 18 kilometer,” tandasnya.
Warga Tanjung Tiga, Warman, menambahkan warga Tanjungtiga yang menggunakan kendaraan roda empat untuk beraktifitas ke Ibu Kota Kecamatan Blanakan selama harus memutar arah belasan kilometer melewati jalur pantura.
“Karena pembangunan jembatan permanen saat ini bertahun tahun mangkrak maka jembatan gantung ini merupakan jalur alternatif oleh warga Tanjungtiga menuju ke Desa Muara atau menuju ke Ibu Kota Kecamatan Blanakan,” ujar Warman
Warman menegaskan, warga di dua desa tersebut mendambakan kehadiran jembatan permanen. Apalagi, jembatan tersebut menjadi satu-satunya akses dan menjadi jembatan ekonomi bagi masyarakat di dua daerah tersebut.
“Keberadaan jembatan permanen masih menjadi dambaan warga karena keberadaan jembatan permanen bisa meningkatkan perekonomian warga,” katanya.