Polda Jabar Bongkar Sindikat Perdagangan Bayi ke Singapura, 25 Bayi Diduga Jadi Korban

BANDUNG, TINTAHIJAU.com Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat berhasil mengungkap praktik perdagangan bayi yang dijalankan oleh sindikat berskala internasional sejak tahun 2023. Sedikitnya 25 bayi diduga telah “dijual” ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, khususnya ke Singapura. Polisi telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka dalam kasus ini, 13 di antaranya telah diamankan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol. Surawan, mengungkapkan bahwa modus yang digunakan sindikat ini adalah berkedok adopsi bayi melalui media sosial. Salah satu pemicu pengungkapan kasus ini adalah laporan dari orang tua bayi berinisial DH yang bergabung dalam grup Facebook Adopsi Harapan Amanah. Dari situ, terjalin komunikasi antara DH dan tersangka AF, yang kemudian mengarah pada transaksi ilegal bayi laki-laki berinisial L.

AF mengaku ingin mengadopsi bayi L karena belum memiliki anak, dan disepakati nilai adopsi sebesar Rp10 juta. Proses persalinan bayi dilakukan di klinik bidan pada 9 April 2025, dan setelah lahir, bayi langsung diserahkan kepada jaringan sindikat lainnya. Bayi tersebut akhirnya diserahkan kepada pembeli berinisial C dengan imbalan Rp11 juta.

Dana hasil “penjualan” bayi tersebut dibagi kepada berbagai pihak yang terlibat, termasuk DH sebagai orang tua kandung, bidan, pengasuh bayi, hingga para calo dan perantara.

Sindikat ini diduga bermarkas di Pontianak, Kalimantan Barat. Bayi-bayi yang berhasil dikumpulkan dibawa ke Pontianak untuk proses pembuatan identitas palsu seperti akta kelahiran, paspor, dan Kartu Keluarga. Selanjutnya, bayi yang telah berusia 2-3 bulan diterbangkan ke Singapura bersama “orang tua kandung palsu” yang berpura-pura tak sanggup membesarkan anak.

Menurut Surawan, dari total 25 bayi yang dijual, 15 di antaranya telah dikirim ke luar negeri, terutama ke Singapura. Para pelaku dikenakan pasal berlapis terkait Perlindungan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.

Motif Ekonomi Jadi Faktor Utama

Kepolisian menyebutkan bahwa motif ekonomi menjadi latar belakang utama para orang tua menyerahkan bayinya kepada sindikat ini. Dalam banyak kasus, sindikat menyasar perempuan hamil dalam kondisi terdesak, termasuk korban kekerasan seksual, pernikahan tidak resmi, atau yang mengalami kehamilan tidak diinginkan.

Komisioner KPAI, Ai Rahmayanti, menjelaskan bahwa praktik sindikat perdagangan anak kerap disamarkan melalui klinik persalinan atau panti sosial yang tampak “peduli” terhadap ibu dan bayi terlantar. Padahal, di balik itu terselubung praktik adopsi ilegal yang mengeksploitasi kerentanan ekonomi perempuan.

Ia juga mengkhawatirkan adanya keterlibatan oknum tenaga medis dan aparat administrasi negara dalam memalsukan dokumen bayi agar tampak legal.

Kisah Erika: Dipaksa Menyerahkan Bayi Karena Tak Bisa Bayar Biaya Persalinan

Kasus perdagangan bayi serupa dialami Erika Ratna Sari (38), warga Jakarta, meski belum diketahui apakah terhubung dengan jaringan yang diungkap Polda Jabar. Erika mengaku dipaksa menyerahkan bayinya oleh pemilik klinik persalinan lantaran tak sanggup membayar ongkos melahirkan sebesar Rp3,5 juta.

Selama hampir sebulan setelah melahirkan, Erika menangis setiap hari karena bayinya dibawa paksa. Dengan bantuan pengacara pro bono, Rendi Rumapea, Erika berhasil mendapatkan kembali putrinya melalui perundingan. Rendi sempat mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum jika bayi tidak dikembalikan.

Erika kemudian memilih tidak melanjutkan proses hukum karena fokus merawat bayinya yang saat itu tengah dirawat di rumah sakit akibat kelainan jantung. Namun, ia menduga bayinya sempat dijual seharga Rp20 juta.

Polisi Selamatkan Enam Bayi, Minta Bantuan Interpol

Dalam penangkapan yang dilakukan pada 14 Juli 2025, polisi berhasil menyelamatkan enam bayi yang hendak dikirim ke Singapura dan Tangerang. Saat ini, para bayi tersebut tengah menjalani perawatan di RS Bhayangkara Sartika Asih dan akan dipindahkan ke rumah penampungan milik Dinas Sosial.

Untuk mengungkap jaringan yang lebih luas, Polda Jabar bekerja sama dengan Interpol dan pihak kepolisian Singapura. Polisi juga tengah melacak para pembeli bayi di luar negeri serta memverifikasi data keimigrasian untuk mengidentifikasi siapa saja bayi yang telah dikirim ke luar negeri.

Polda Jabar menyatakan, jika ditemukan bukti keterlibatan orang tua kandung dalam jaringan ini, maka mereka pun akan dijadikan tersangka.

KPAI: Modus Sindikat Makin Canggih, Pemerintah Harus Bertindak Tegas

Menurut catatan KPAI, kasus adopsi ilegal dan perdagangan bayi terus meningkat. Pada 2023 saja tercatat 59 kasus dengan modus penculikan dan adopsi ilegal. Harga bayi pun bervariasi, dari Rp10 juta hingga Rp26 juta tergantung wilayah dan kondisi fisik bayi.

KPAI mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap klinik persalinan, panti asuhan, dan prosedur adopsi. Selain itu, penting dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem administrasi kependudukan yang selama ini rentan disalahgunakan.

Tragedi ini menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap anak harus dijalankan secara menyeluruh dan tegas. Pemerintah, aparat penegak hukum, serta masyarakat luas harus bersinergi untuk menutup celah yang dimanfaatkan oleh jaringan perdagangan anak yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.

Sumber: Dirangkum dari BBC News