Polemik Pagar Laut di Pesisir Tangerang, Upaya Nelayan Tambah Penghasilan

Penyegelan oleh pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap pagar laut di Tangerang. (Sumber foto: X @pakmul63).

TANGERANG, TINTAHIJAU.com — Pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, tengah menjadi sorotan publik setelah ditemukannya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang dibangun menggunakan bambu. Keberadaan pagar laut ini menuai kontroversi, terutama setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turun tangan untuk menyegel struktur tersebut.

Pagar Laut untuk Tambah Penghasilan

Tarsin, perwakilan dari kelompok nelayan Jaringan Rakyat Pantura, menjelaskan bahwa pagar laut ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat dengan tujuan utama meningkatkan penghasilan mereka. Ia menyebutkan, bambu yang digunakan untuk pagar tersebut dibeli secara bertahap oleh nelayan dengan biaya yang relatif terjangkau.

“Ini usaha kami untuk menambah penghasilan. Kalau bambu, harganya sekitar Rp10 ribu, tergantung ukurannya. Warga tidak membeli sekaligus, tapi mencicil sedikit demi sedikit,” kata Tarsin dalam pernyataannya yang disampaikan melalui kanal YouTube Kompas TV, Minggu (12/1/2025).

Namun, meski tujuannya terlihat positif, keberadaan pagar laut tanpa izin ini menjadi polemik. KKP menemukan indikasi bahwa pembangunannya dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak berwenang dan melanggar aturan kelautan.

Investigasi dan Teguran dari KKP

Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saksono, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan titik terang mengenai pemilik pagar laut ini. Setelah melakukan wawancara dengan beberapa nelayan, pihak KKP mengaku telah mengantongi nama pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut.

“Kami sudah mendapatkan sedikit titik terang, dan informasi ini akan kami laporkan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti,” ujar Pung.

Lebih lanjut, KKP memberikan waktu maksimal 10 hari kepada pemilik pagar laut untuk segera membongkar struktur tersebut. Jika tidak ada tindakan dari pihak terkait, pemerintah akan mengambil langkah tegas.

Keberadaan pagar laut ini juga menimbulkan dugaan bahwa struktur tersebut bukan semata untuk kebutuhan nelayan, melainkan bagian dari proyek reklamasi yang tidak transparan. Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas jika terbukti ada pelanggaran hukum atau upaya eksploitasi lingkungan di balik pembangunan pagar tersebut.

Meskipun menuai kontroversi, kondisi ini mencerminkan kebutuhan mendesak para nelayan untuk mencari solusi tambahan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Pemerintah diharapkan mampu memberikan pendampingan kepada masyarakat pesisir agar inovasi seperti ini dapat dikembangkan secara legal dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Ke depan, kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait menjadi kunci untuk menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang bergantung pada sumber daya laut.