JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Psikiater Rumah Sakit (RS) Polri Kramatjati, Henny Riana, mengungkapkan bahwa Aipda Nikson Pangaribuan, anggota Polres Metro Bekasi yang terlibat dalam kasus pembunuhan ibu kandungnya, telah menjadi pasien RS Bhayangkara Polri Kramatjati sejak tahun 2020. Selama periode tersebut, Nikson beberapa kali menjalani rawat inap akibat masalah kejiwaan yang dialaminya.
“Pasien terakhir kali dirawat inap pada 8 Maret 2024 dengan durasi perawatan selama 16 hari,” ujar Henny kepada Kompas.id, Kamis (5/12/2024).
Setelah perawatan tersebut, Nikson melanjutkan pengobatan jalan yang terakhir dilakukan pada 23 Oktober 2024. Namun, ia tidak hadir pada jadwal kontrol kesehatan berikutnya yang seharusnya berlangsung pada 22 November 2024 di poliklinik jiwa RS Polri Kramatjati.
“Saat ini, pasien masih dirawat di RS Polri Kramatjati untuk menjalani observasi kejiwaan,” jelas Henny.
Menurut Henny, anggota Polri yang mengalami gangguan kejiwaan tetap memungkinkan untuk menjalankan tugas, selama mereka menunjukkan respons positif terhadap pengobatan. Namun, jenis tugas yang diberikan akan disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing.
“Durasi perawatan dan pengobatan sangat bergantung pada jenis gangguan jiwa, kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat, serta efektivitas pengobatan tersebut,” tambahnya.
Dalam beberapa kasus, anggota Polri yang mengalami gangguan kejiwaan dapat tetap bertugas hingga pensiun, asalkan mereka rutin mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
Henny juga menekankan bahwa penyebab gangguan jiwa biasanya sulit ditentukan secara pasti karena melibatkan berbagai faktor (multifaktor), seperti kondisi biologis, psikologis, dan sosial.
Kronologi Kasus
Kasus yang melibatkan Aipda Nikson mencuat setelah ia membunuh ibunya, Herlina (61), menggunakan tabung gas tiga kilogram pada Minggu (1/2/2024) malam. Peristiwa tragis tersebut terjadi di warung korban di Kampung Rawajamun, Desa Dayeuh, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, saat korban sedang melayani pembeli.
Kasus ini menyoroti pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental, terutama bagi anggota kepolisian yang memiliki tanggung jawab besar. Dukungan medis, keluarga, dan institusi menjadi kunci untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.