SUBANG, TINTAHIJAU.com – Seorang pria Korea berusia 30-an harus merasakan konsekuensi hukum setelah mencoba menyamar sebagai seorang perempuan kulit putih dengan rambut pirang di ruang ganti sauna perempuan. Aksinya yang tidak pantas ini berakhir dengan penangkapannya oleh aparat kepolisian setempat. Peristiwa ini menjadi sorotan publik dan mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga privasi dan etika dalam penggunaan teknologi.
Kejadian ini terjadi di salah satu pemandian umum di distrik Daedeok Daejeon pada tanggal 26 Agustus lalu. Pria tersebut mengenakan gaun dan wig pirang sebagai bagian dari penyamarannya yang mencolok. Ia juga menggunakan ponselnya untuk merekam video di dalam ruang ganti perempuan.
Aksi mencurigakan pria ini tidak luput dari perhatian staf pemandian yang merasa ada yang tidak beres. Mereka segera melaporkan peristiwa ini kepada pihak berwajib, yang dengan cepat menangkap pria tersebut sebagai tersangka.
Dalam penyelidikan awal, polisi menemukan rekaman video dari ruang ganti perempuan yang diambil oleh pria ini sebelum ia tertangkap. Video tersebut menjadi bukti kuat dalam kasus ini.
Pada tahap awal pemeriksaan, pria tersebut mengakui bahwa ia merekam video tersebut karena “rasa penasaran.” Namun, tindakan seperti ini jelas merupakan pelanggaran serius terhadap privasi dan etika sosial.
Tindakan menyamar dan merekam video di ruang ganti perempuan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Khusus tentang Hukuman Kejahatan Kekerasan Seksual di Korea Selatan. Undang-undang tersebut dirancang untuk melindungi privasi individu dan mencegah tindakan kriminal yang melibatkan pengambilan gambar atau video secara diam-diam dengan tujuan seksual atau merendahkan martabat seseorang.
Meskipun tidak ada rekaman ilegal lain yang ditemukan di ponsel pria ini, pihak berwajib saat ini sedang melakukan forensik digital untuk memastikan apakah ada bukti lebih lanjut terkait tindakannya yang tidak senonoh.
Pada tanggal 28 Agustus, polisi mengajukan permohonan penangkapan terhadap pria ini dengan tambahan tuduhan terkait penggunaan kamera. Namun, permohonan tersebut ditolak oleh pengadilan dengan alasan bahwa tidak ada risiko melarikan diri yang signifikan dari pria tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menghormati privasi dan etika dalam penggunaan teknologi, terutama dalam hal mengambil gambar atau video orang lain tanpa izin mereka. Tindakan seperti ini tidak hanya merugikan privasi individu, tetapi juga melanggar undang-undang dan dapat berakhir dengan konsekuensi hukum serius.
Dalam waktu dekat, polisi berencana untuk mengirim pria tersebut ke kejaksaan untuk dituntut sesuai dengan Undang-Undang Khusus tentang Hukuman Kejahatan Kekerasan Seksual. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua untuk selalu menghormati privasi dan batasan dalam penggunaan teknologi, serta untuk menyadari bahwa tindakan seperti ini tidak akan dibiarkan tanpa tindakan hukum yang tegas.