MAJALENGKA, TINTAHIJAU.com — Kepolisian Resor (Polres) Majalengka, Jawa Barat, menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan tragis yang melibatkan seorang mahasiswi berinisial APA (21) terhadap kekasihnya yang berusia 22 tahun. Rekonstruksi ini digelar di Mapolres Majalengka, Rabu (28/5), guna mengungkap detail kronologis kejadian berdasarkan keterangan tersangka dan saksi.
Sebanyak 32 adegan diperagakan dalam proses tersebut, meski tidak dilakukan di lokasi kejadian dengan alasan teknis. “Rekonstruksi digelar untuk menyamakan keterangan tersangka dan para saksi dengan kejadian sebenarnya. Hingga saat ini belum ditemukan perbedaan mencolok,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Majalengka, AKP Ari Rinaldo.
Dalam proses rekonstruksi, pihak kepolisian menghadirkan jaksa penuntut umum serta penasihat hukum tersangka untuk menjamin transparansi hukum.
Ari mengungkapkan bahwa dalam adegan-adegan tersebut, tersangka terlihat melakukan pemukulan terhadap korban secara brutal. “Korban dipukul di bagian mata kiri dan kanan, punggung atas dan bawah, serta tangannya. Semua dilakukan dengan tangan kosong dan telepon genggam karena motif sakit hati,” jelasnya.
Lebih lanjut, hasil penyidikan mengungkap bahwa kekerasan terjadi setelah korban menyatakan niat untuk pulang ke rumah orang tuanya. Penolakan dari tersangka berujung pada aksi penganiayaan. Ironisnya, korban diketahui dikurung dalam kamar selama tiga hari dalam kondisi lemah, hanya diberi makan oleh pelaku dan tidak diizinkan keluar, bahkan untuk buang air hanya disediakan botol dan popok.
“Setiap keluar rumah, pelaku selalu mengunci kamar dari luar agar keberadaan korban tidak diketahui orang tuanya,” tambah Ari.
Setelah korban meninggal dunia pada Sabtu, 3 Mei 2025, tersangka sempat meminta bantuan temannya untuk membawa jenazah ke rumah sakit. Bahkan, ada rencana awal untuk membuang jasad korban. Jenazah sempat disimpan di bagasi mobil sebelum akhirnya dibawa ke RSUD Majalengka. Pihak rumah sakit lalu melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
Dari hasil otopsi, ditemukan sejumlah luka yang menjadi bukti adanya kekerasan fisik berat. “Kami pastikan korban tidak sempat melawan karena saat itu dalam kondisi sangat lemah,” ungkap Ari.
Atas perbuatannya, APA dijerat dengan Pasal 338 KUHP jo Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Hingga kini, penyidik telah memeriksa 17 saksi dan menyatakan berkas perkara telah dilengkapi untuk dilimpahkan ke kejaksaan.
Kasus ini menjadi sorotan publik Majalengka dan mengundang keprihatinan berbagai pihak, terutama karena pelakunya adalah seorang mahasiswi. Proses hukum terus berlanjut dengan harapan keadilan bisa ditegakkan bagi korban dan keluarganya.