SUBANG, TINTAHIJAU.com – Pada tanggal 9 Februari 2024, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan atau PD-IP, Puan Maharani, secara tegas mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada para sivitas akademika dari berbagai universitas di Indonesia yang telah bersuara untuk mendukung penyelamatan demokrasi.
Dalam pandangannya, partisipasi aktif para guru besar universitas tersebut menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang dinilai tidak stabil.
Puan Maharani menganggap pentingnya keterlibatan para akademisi dalam proses demokrasi sebagai tanda bahwa masyarakat sipil memiliki peran yang signifikan dalam mengawasi dan memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat. Dalam konteks ini, peran universitas dan akademisi diakui sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan integritas demokrasi.
Menurut Puan, apresiasi tersebut ditujukan kepada seluruh komponen sivitas akademika, termasuk rektor, dosen, dan mahasiswa, yang menunjukkan keberanian dan kesadaran akan pentingnya menjaga demokrasi yang jujur, adil, dan netral.
Pernyataan tersebut disampaikan di Banyuwangi, Jawa Timur, sebagai bagian dari upaya untuk menggalang dukungan lintas sektor dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.
Tak hanya itu, Puan Maharani juga menegaskan pentingnya netralitas bagi seluruh abdi negara, termasuk dalam konteks Pemilu 2024. Menurutnya, pemilu adalah momentum bagi rakyat untuk menentukan arah masa depan negara, dan oleh karena itu, semua pihak yang terlibat harus bersikap netral dan mengutamakan kepentingan rakyat.
Peran serta para akademisi dalam mengkritisi kebijakan pemerintah juga diperkuat oleh pendapat Profesor Koentjoro dari Universitas Gadjah Mada. Profesor Koentjoro menyoroti bahaya pengagungan berlebihan terhadap Presiden Joko Widodo yang dapat menghambat akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan.
Ia menilai bahwa kritik yang membangun dari sivitas akademika, terutama dari lembaga bergengsi seperti UGM, merupakan bentuk kontribusi yang penting bagi kemajuan demokrasi.
Kritik terhadap perilaku pemerintah dan pejabat yang dianggap mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi juga menjadi sorotan dalam dialog yang dihadiri oleh Profesor Koentjoro.
Dia menyayangkan respons yang dianggap partisan terhadap kritik yang disampaikan, karena hal tersebut dapat merusak reputasi lembaga dan menunjukkan sikap yang tidak memihak pada prinsip-prinsip demokrasi Pancasila.
Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya peran serta sivitas akademika dalam menjaga dan mengawasi demokrasi di Indonesia semakin diperkuat.
Dukungan dan kritik yang konstruktif dari berbagai elemen masyarakat, termasuk para akademisi, diharapkan dapat menjadi pendorong bagi penguatan demokrasi yang lebih berkualitas dan inklusif di masa depan.