Skandal Penyaluran Beras SPHP, Bapanas Temukan Praktik Pengoplosan dan Outlet Fiktif

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkap adanya penyimpangan serius dalam penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyatakan, pihaknya menemukan praktik pengoplosan beras serta keberadaan outlet-outlet fiktif yang menjadi jalur distribusi bantuan pangan tersebut.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta Selatan, Arief mengungkap bahwa praktik pengoplosan dilakukan oleh oknum demi meraup keuntungan. Ia menjelaskan, beras SPHP yang berasal dari impor memiliki kualitas tinggi dengan kandungan butir patah (broken) hanya 5%, sehingga tergolong sebagai beras premium. Hal ini memicu penyalahgunaan dengan mencampur beras SPHP agar bisa dijual dengan harga lebih tinggi.

“Karena menggunakan beras impor dengan broken 5%, sebenarnya itu beras premium. Jika dibuka dan dicampur, bisa memberikan keuntungan. Ini yang tidak boleh terjadi,” tegas Arief.

Tak hanya itu, Arief juga mengungkap temuan adanya outlet penyalur SPHP yang tidak sesuai dengan data. Beberapa outlet bahkan diduga fiktif, karena alamatnya tidak ditemukan di lapangan meskipun telah melalui proses verifikasi oleh dinas terkait.

“Outlet-outlet itu tidak ada. Alamatnya tidak sesuai dengan data. Ini yang sedang kami telusuri agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.

Menindaklanjuti temuan tersebut, Arief menyatakan pihaknya siap menyerahkan kasus-kasus dengan indikasi pidana ke Satgas Pangan. Untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, Bapanas berencana menjadikan Koperasi Desa atau Kelurahan Merah Putih sebagai outlet resmi penyalur SPHP dengan sistem digital yang lebih transparan.

“Kami sedang menyiapkan proses bisnisnya agar ke depan tidak mengulang kesalahan,” kata Arief.

Temuan ini menjadi sorotan tajam di tengah tingginya perhatian publik terhadap ketersediaan dan harga pangan nasional. DPR sebelumnya juga mempertanyakan kenaikan harga beras di pasar, meskipun stok nasional disebut melimpah.