
Menanggapi hal tersebut, Pemimpin Redaksi Galagala, Dally Kardilan menyayangkan adanya Perda Miras yang tidak diatur selanjutnya dalam Peraturan Bupati (Perbup).
“Setiap kali ada Perda, jarang ada peraturan bupatinya. Perda yang dibuat tidak ada gunanya. Menyesalkan setiap kali ada kasus, pemerintah hanya memandang sebagai tragedi kemanusiaan. Tidak mengedepankan langkah preventif,” tegas Dally.
Pernyataan Dally diperkuat oleh pemimpin redaksi Tintahijau, Annas Nasrullah yang menyayangkan tidak adanya pergerakan atau aksi dari Perda No. 5 Tahun 2015.
“Perda No. 5 Tahun 2015 berdarah – darah tapi tidak murah, amat disesalkan karena tidak ada pergerakan. Negara jangan sampai kalah oleh miras. Apa yang akan dilakukan Satpol PP ketika sudah jatuh korban?” tanya Annas.
Sementara itu, praktisi hukum, Asep Rohman Dimyati mengungkapkan bahwa permasalahan miras memang menjadi tanggungjawab bersama. Namun bukan berarti pemerintah sepenuhnya melepas tanggung jawab.
“Perda ini tidak berfungsi. Perda No.5 Tahun 2015 ini untuk apa dibuat kalau tidak dilaksanakan? UU No. 2 Tahun 2022 tentang tugas pokok kepolisian mengatur. Apakah ada anggaran dari APBD untuk penegakan Perda Miras ini?” ungkapnya.
Menanggapi persoalan tersebut, Kasie Penyelidikan dan Penyidikan Satpoldam Kabupaten Subang, E.Sunanta, S.Sos, MM mengatakan bahwa pihaknya memiliki banyak keterbatasan dalam rangka penegakan Perda miras tersebut.
“Hal ini diluar dugaan, ada keterbatasan sehingga ada kejadian kemarin. Tidak bisa mencakup seluruh wilayah. Sehingga mengharapkan peran serta masyarakat. Dengan adanya menaati peraturan, itu sebagai salah satu keberhasilan,” ucapnya.
Pernyataan Kasie Penyelidikan dan Penyidikan Satpoldam Kabupaten Subang langsung direspon oleh Asmil selaku warga sipil yang menghadiri diskusi tersebut. Dirinya mengaku bingung mengenai prosedur pelaporan peredaran miras oplosan.
“Kita dari tadi hanya saling menyalahkan. Lalu solusinya apa? Kami disuruh terlinat tapi kami sendiri tidak tau harus kemana kami melapor. Tidak pernah ada sosialisasi mengenai prosedur pelaporan ini untuk kami masyarakat sipil,” tegasnya.
Menutup diskusi, Ketua Presidium KAHMI, Atep, menyampaikan ada masalah dalam instrumen sistem kebangsaan.
“Khususnya dalam tubuh Aparat Penegak Hukum. Teramanahi dalam sistem adalah pemerintah. Kadang-kadang tidak sinergis. Kegiatan ini harus ada tindak lanjutnya,” pungkasnya.