JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Kejaksaan Agung RI didesak untuk tidak berhenti pada pemanggilan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan.
Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno (UBK), Ibnu Zubair, menilai Kejaksaan Agung juga perlu mendalami peran kelompok teknis dan pengguna anggaran di lingkungan Kemendikbudristek. Pasalnya, menurut regulasi pengadaan barang dan jasa, peran menteri lebih bersifat perumusan kebijakan dan pengawasan, bukan pada aspek teknis pelaksanaan.
“Pekerjaan teknis seperti penyusunan spesifikasi barang, jumlah kebutuhan, pembiayaan, lelang, kontrak kerja, dan masa pelaksanaan menjadi tanggung jawab kelompok teknis dan pengguna anggaran yang memiliki kewenangan,” ujar Ibnu dalam siaran persnya, Sabtu (12/7).
Ia mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang telah memeriksa Nadiem Makarim, namun menekankan bahwa pemeriksaan seharusnya tidak berhenti pada level pimpinan.
“Yang benar-benar memahami seluruh proses dan alur pengadaan laptop adalah kelompok teknis dan pengguna anggaran. Mereka bisa menjelaskan secara detail mengenai prosesnya,” kata Ibnu.
Lebih lanjut, Ibnu menyatakan bahwa pemanggilan menyeluruh terhadap semua pihak, dari tingkatan bawah hingga pimpinan, penting dilakukan untuk mengungkap secara utuh tabir dugaan korupsi pengadaan laptop tersebut.
Diketahui, pengadaan laptop Chromebook dilakukan Kemendikbudristek pada masa pandemi sebagai bagian dari program digitalisasi pendidikan. Pengadaan ini berlangsung selama 2020 hingga 2022, dengan fokus pada sekolah-sekolah yang telah memiliki akses internet. Selain laptop, pemerintah juga menyalurkan modem dan router untuk mendukung kegiatan pembelajaran daring.
Namun, Kejaksaan Agung menduga terdapat kejanggalan dalam proses pengadaan, termasuk dugaan adanya instruksi untuk mengarahkan tim teknis menyusun kajian khusus untuk penggunaan merek tertentu, yakni Chromebook. Dalam penyelidikan sementara, Kejaksaan mensinyalir kerugian negara mencapai Rp 9,9 triliun.
Sementara itu, Nadiem Makarim sebelumnya membela kebijakan tersebut. Ia menyatakan bahwa pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk Chromebook, merupakan langkah mitigasi krisis pembelajaran akibat pandemi Covid-19, agar proses pendidikan tetap berjalan di tengah keterbatasan tatap muka.
Penyelidikan atas kasus ini masih terus berjalan. Kejaksaan Agung telah memetakan sejumlah pihak yang akan dimintai keterangan lanjutan untuk mendalami dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan.





