Tom Lembong Bacakan Pleidoi, Soroti Kejanggalan Proses Hukum Kasus Impor Gula

Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula/Foto: Rifkianto Nugroho

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong membacakan pleidoi atau nota pembelaannya dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015–2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (9/7/2025). Dalam sidang tersebut, Tom secara terbuka menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani, termasuk perubahan dakwaan dan ketidakkonsistenan angka kerugian negara.

Tom menuding jaksa telah “menggeser gawang” dalam perkara yang menjeratnya. Ia mengungkapkan bahwa pada saat dirinya ditangkap dan ditahan pada 29 Oktober tahun lalu, jaksa menyebut tindak pidana yang dituduhkan adalah kebijakan yang menguntungkan industri gula swasta dan merugikan BUMN, serta merugikan negara akibat kehilangan potensi keuntungan.

Namun, empat bulan setelah penangkapannya, tuduhan tersebut berubah. Jaksa kini menuding kebijakan Tom membuat PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) membayar harga kemahalan untuk gula putih dari swasta, serta menimbulkan kerugian negara karena industri swasta mengimpor bahan baku gula (gula mentah) alih-alih gula putih, sehingga bea masuk lebih rendah.

“Kalau sampai majelis hakim membenarkan bahwa mengimpor bahan baku dan bukan barang jadi merupakan tindak pidana, maka de facto seluruh kebijakan hilirisasi industri Indonesia bisa dianggap ilegal,” tegas Tom.

Tom juga mempersoalkan perubahan nilai kerugian negara yang dituduhkan padanya. Dari semula Rp400 miliar pada 9 Oktober tahun lalu, angka itu berubah menjadi Rp578 miliar dalam dakwaan akhir. Menurutnya, perubahan itu bukan karena ditemukan bukti baru, melainkan karena perubahan dasar perhitungan oleh jaksa atau BPKP.

“Jaksa tidak menyampaikan audit BPKP saat menjatuhkan dakwaan kepada saya. Baru setelah 12 kali sidang, audit tersebut diserahkan kepada majelis hakim dan penasihat hukum saya. Saat itu, semua saksi fakta telah selesai diperiksa, sehingga kami tidak dapat menggali kejanggalan dalam audit tersebut,” jelasnya.

Selain itu, Tom mengungkapkan jaksa menolak memperlihatkan kertas kerja para auditor BPKP meski ditemukan berbagai kejanggalan dan kesalahan matematis dalam audit tersebut. Ia juga menyesalkan keputusan majelis hakim yang menolak permintaan tim hukumnya untuk memaksa auditor memperlihatkan dokumen penting tersebut.

Dalam pleidoinya, Tom menyebut tuduhan merugikan konsumen karena menjual gula di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) telah dihapus dari perhitungan kerugian negara, meskipun tetap dicantumkan dalam dakwaan. Padahal, menurutnya, selama menjabat sebagai menteri, ia tidak pernah menerbitkan kebijakan HET, dan jaksa pun tidak menghadirkan bukti keberadaan HET pada masa perkara berlangsung.

Ia juga menyoroti perubahan angka dalam audit BPKP yang dinilainya tidak wajar. “Perubahan angka dalam audit memang bisa terjadi, tapi lazimnya hanya plus minus 5–10 persen. Kalau sampai 40 persen, audit itu semestinya memuat disclaimer,” tegasnya.

Tom menutup pembelaannya dengan menyatakan bahwa saat dirinya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan, audit BPKP yang menjadi dasar kerugian negara bahkan belum final. “Itu berarti, kerugian negara belum dihitung secara baku dan tidak bisa secara hukum dinyatakan nyata dan pasti pada saat saya ditahan,” pungkasnya.

Sidang pleidoi ini juga turut dihadiri oleh tokoh politik nasional, termasuk mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang menyatakan keyakinannya bahwa majelis hakim akan memutus perkara ini dengan adil.