
SUBANG, TINTAHIJAU.com – Sebuah video unik baru-baru ini telah menjadi viral di media sosial, menunjukkan seorang warga di Kelurahan Siwalan, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, melakukan eksperimen memasak yang tak biasa.
Alih-alih menggunakan kompor atau alat masak tradisional, Esti Utomo memutuskan untuk memanfaatkan sinar Matahari sebagai sumber panas untuk memasak telur dan mi instan.
Video ini telah mengundang perhatian banyak orang dan menimbulkan pertanyaan tentang apakah memasak dengan sinar Matahari adalah metode yang aman dan efektif.
Eksperimen yang sukses ini dimulai sekitar pukul 11.00 WIB, ketika Esti memasukkan air dan mi ke dalam panci, lalu menutupnya dan membiarkannya terkena sinar Matahari. Setelah dua jam, pada pukul 13.00 WIB, mi tersebut telah matang. Esti sendiri menyatakan bahwa eksperimen ini bisa dianggap sukses.
Ide Esti untuk memasak menggunakan sinar Matahari muncul ketika dia merasa lapar dan gas kompornya habis. Untuk memastikan bahwa sinar Matahari cukup panas untuk memasak, dia bahkan memeriksa aplikasi pemantau cuaca dan menemukan bahwa suhu saat itu mencapai 37 derajat Celsius.
Dalam konteks ini, para ahli memberikan beberapa pandangan berbeda. Menurut Muhammad Farchani Rosyid, seorang Dosen Fisika di Universitas Gadjah Mada (UGM), panas Matahari memang dapat digunakan untuk memasak, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Rosyid menjelaskan bahwa memasak dengan sinar Matahari memerlukan perangkat seperti cermin cekung untuk memusatkan cahaya Matahari, sehingga energi kalor dapat terkumpul cukup banyak untuk memasak.
Selain itu, bahan-bahan yang mampu menampung panas, seperti batu, juga bisa dimanfaatkan. Dalam eksperimen semacam ini, penting untuk memperhatikan jumlah bahan yang dimasak dan intensitas cahaya Matahari.
Namun, ahli gizi komunitas, Tan Shot Yen, memberikan pandangan yang berbeda. Dia mengungkapkan bahwa memasak dengan sinar Matahari melibatkan risiko dan bahaya tertentu. Ini karena cahaya Matahari tidak mencapai suhu yang cukup tinggi untuk memasak makanan dengan sempurna.
Makanan baru dapat matang dengan baik pada suhu 100 derajat Celsius (untuk mendidihkan air) atau suhu 170-180 derajat Celsius (untuk mendidihkan minyak). Suhu rata-rata di Indonesia jelas jauh di bawah ini, berkisar pada 27 derajat Celsius, dengan suhu maksimum mencapai 37 derajat Celsius, yang masih jauh dari titik didih.
Ketidakmampuan mencapai suhu yang dibutuhkan ini dapat mengakibatkan makanan tidak matang dengan baik, yang pada gilirannya dapat menimbulkan risiko penyakit infeksi, sakit perut, mual, dan muntah.
Selain itu, nutrisi dalam makanan juga tidak akan terserap dengan baik oleh tubuh. Contohnya, telur yang tidak matang sempurna masih mengandung anti-nutrien yang disebut avidin, yang membuat telur sulit dicerna dan diserap oleh tubuh.
Oleh karena itu, meskipun eksperimen Esti Utomo menunjukkan bahwa memasak dengan sinar Matahari memungkinkan, penting untuk mempertimbangkan risiko kesehatan yang terkait dengan metode ini.
Mungkin memasak dengan sinar Matahari bisa menjadi pilihan darurat ketika bahan bakar habis, tetapi tidak boleh digunakan sebagai pengganti metode memasak yang konvensional dan aman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com