Wakil Rektor Unma Dorong Perlindungan Lahan Pertanian Abadi di Tengah Derasnya Industrialisasi

Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Derasnya arus industrialisasi di wilayah utara Kabupaten Majalengka mendapat sorotan serius dari kalangan akademisi. Wakil Rektor I Universitas Majalengka (Unma), Jaka Sulaksana, menekankan pentingnya kebijakan perlindungan lahan pertanian abadi dalam revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Majalengka.

Menurut Jaka, Majalengka saat ini berada di persimpangan krusial antara kebutuhan investasi dan ketahanan pangan.

Sejak beroperasinya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri semakin masif, terutama di kecamatan-kecamatan yang sebelumnya menjadi sentra produksi padi seperti Kertajati, Jatitujuh, hingga Ligung.

“Saya menyebutnya green belt—sabuk hijau yang harus dijaga. Ada kawasan yang seharusnya tetap menjadi lahan pertanian, bukan malah diubah jadi industri,” ujarnya saat ditemui di kampus UNMA, Senin (4/8/2025).

Jaka, yang juga dikenal sebagai pakar lingkungan dan pertanian, mengingatkan bahwa tanpa regulasi yang tegas, ketahanan pangan Majalengka bisa terancam.

Ia menilai perlu adanya payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang lahan pertanian abadi, sebagaimana sudah diterapkan di beberapa wilayah seperti Yogyakarta dan Jawa Tengah.

“Perda ini akan jadi bentuk keberpihakan nyata pemerintah terhadap pertanian berkelanjutan. Ini penting, apalagi kita sedang bicara soal ekonomi hijau dan kemandirian pangan daerah,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengkritisi fenomena jual beli lahan oleh petani yang tergoda iming-iming investasi. Menurutnya, banyak petani yang merasa kaya sesaat setelah menjual tanah, namun kemudian jatuh miskin karena kehilangan sumber penghasilan utama.

“Seringkali petani jual lahan, merasa dapat untung. Tapi ujung-ujungnya miskin karena nggak punya lahan lagi untuk dikelola. Ini harus dicegah dengan kebijakan yang berpihak,” kata Jaka.

Menjawab tantangan antara kebutuhan investasi dan pelestarian lahan pertanian, Jaka mendorong agar Majalengka menjadikan pertanian sebagai fondasi ekonomi, dengan mengembangkan sektor agroindustri sebagai jalan tengah yang ideal.

“Nilai tambah dari sektor pertanian harus dioptimalkan. Pertanian tidak hanya ditanam dan dipanen, tapi diolah jadi produk bernilai melalui agroindustri. Itu jauh lebih berkelanjutan dibanding menjadikan semuanya kawasan industri,” jelasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa kebutuhan pangan di Majalengka ke depan akan terus meningkat. Karena itu, lahan pertanian seluas sekitar 50 ribu hektare perlu dijaga agar dapat memenuhi kebutuhan lokal secara mandiri.

“Kalau sampai kita harus impor pangan dari luar wilayah, itu artinya kita gagal menjaga ketahanan pangan. Harusnya Majalengka bisa swasembada, dari Majalengka untuk Majalengka,” pungkasnya.