BANDUNG, TINTAHIJAU.COM- Pemda Provinsi Jawa Barat melakukan langkah cepat dalam penataan ruang secara terpadu. Upaya ini bertujuan mengakhiri tumpang tindih kebijakan tata ruang antara level provinsi dan kabupaten/kota yang selama ini kerap memicu konflik lahan serta bencana lingkungan.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa Penataan Ruang Induk di tingkat provinsi akan menjadi acuan tunggal bagi seluruh 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Langkah strategis ini telah mendapat atensi dan dukungan penuh dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Orientasi utama tata ruang Jawa Barat adalah melindungi kawasan hutan, area persawahan, serta sumber air seperti rawa, daerah aliran sungai, dan kawasan resapan,” ujar KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi usai Rapat Koordinasi Tata Ruang dan Pertanahan di Bale Gemah Ripah, Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (18/12/2025).
KDM menjelaskan kebijakan ini dirancang untuk menciptakan harmoni antara pembangunan berkelanjutan dengan konservasi lingkungan. Dengan adanya induk tata ruang yang kuat, pemerintah kabupaten/kota diharapkan memiliki pedoman yang tegas dalam menjaga ekosistem di wilayahnya masing-masing.
“Kabupaten dan kota tinggal mengikuti tata ruang induk provinsi, dan orientasi tata ruang kita itu adalah melindungi kawasan hutan, melindungi area persawahan,” tegasnya.
Selain penataan kawasan hijau, Pemdaprov Jabar juga mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk segera menetapkan garis sempadan sungai di seluruh wilayah Jawa Barat.
Ketetapan ini akan menjadi dasar hukum dalam penertiban sertifikat lahan yang berada di area terlarang sesuai aturan perundang-undangan.
Penyelamatan Aset Negara
Dalam koordinasi tersebut, tercapai pula kesepakatan antara Kanwil ATR/BPN Jawa Barat, Perhutani, dan PTPN untuk mempercepat sertifikasi aset-aset negara di wilayah Jawa Barat. Hal ini dilakukan guna meminimalisir sengketa lahan di masa depan.
“Hari ini sudah bersepakat untuk segera melakukan penanganan terhadap aset – aset negara di Jawa Barat agar segera tersertifikatkan,” katanya
Terkait isu alih fungsi lahan, Gubernur KDM menekankan pentingnya ketegasan di tingkat daerah.
Ia menyatakan bahwa fungsi ruang tidak boleh dinegosiasikan jika berisiko menimbulkan bencana bagi masyarakat, meski secara administratif mungkin terlihat memungkinkan.
“Jika aturannya membolehkan tapi faktanya bisa menimbulkan bencana, saya lebih memilih menangani (mencegah) bencana. Kita harus berpihak pada keselamatan warga,” kata KDM
Berdasarkan data peta kawasan, luas kawasan hutan di Jawa Barat mencapai sekitar 700 ribu hektare. Namun, Gubernur KDM mengingatkan bahwa kebijakan perlindungan harus berbasis kondisi riil tutupan pohon di lapangan, bukan sekadar data administratif di atas kertas.











