KUALA LUMPUR, TINTAHIJAU.com – Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Malaysia, Dato’ Indera Hermono, mengimbau seluruh warga negara Indonesia (WNI) agar tidak nekat masuk dan bekerja di Malaysia secara non-prosedural. Ia menegaskan bahwa cara tersebut sarat dengan risiko, terutama bagi pekerja domestik atau sektor rumah tangga.
Peringatan itu disampaikan Hermono sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (24/11/2025). Menurutnya, banyak kasus menunjukkan bahwa bekerja tanpa mematuhi aturan justru menempatkan WNI dalam situasi rawan.
“Jadi teman-teman jangan coba-coba masuk ke Malaysia untuk bekerja dengan cara melanggar aturan. Jangan kerja ‘kosongan’ lah istilahnya,” ujar Hermono.
Operasi Penegakan Hukum Malaysia Kian Ketat
Hermono menjelaskan bahwa sepanjang setahun terakhir, pemerintah Malaysia semakin gencar melakukan operasi penegakan hukum terhadap pendatang asing tanpa izin (PATI). Para pendatang yang terjaring razia imigrasi akan langsung dideportasi ke negara asal atau ke bandara keberangkatan.
Namun proses deportasi kerap memakan waktu karena menunggu ketersediaan penerbangan. Akibatnya, banyak PATI terpaksa menghabiskan waktu hingga berhari-hari di bandara Malaysia dalam kondisi yang tidak nyaman.
“Dalam beberapa bulan terakhir ini saya sering mendapatkan laporan dari masyarakat ataupun otoritas di Malaysia. Banyak warga negara kita yang ditolak masuk ke Malaysia, istilahnya NTL (not to land), karena dicurigai akan bekerja secara non-prosedural,” ungkapnya.
Pengawasan Diperketat dengan Pembentukan AKPS
Otoritas Malaysia kini juga memperketat pengawasan kedatangan di bandara dan pelabuhan melalui pembentukan Agensi Kawalan dan Perlindungan Sempadan (AKPS). Lembaga baru ini bertugas melakukan pemeriksaan ketat terhadap warga asing yang masuk ke Malaysia, terutama mereka yang dicurigai akan bekerja secara ilegal.
“Jadi jangan coba-coba masuk ke Malaysia untuk bekerja tetapi tidak sesuai prosedur karena kemungkinan besar akan ditolak masuk atau di-NTL. Kalau sudah begitu, nanti repot sendiri, karena pasti akan dideportasi dan menunggu penerbangan yang kadang dua sampai tiga hari di bandara,” jelas Hermono.
Risiko Tinggi: Tidak Digaji, Penganiayaan, hingga Kesulitan Berobat
Selain risiko deportasi dan penolakan masuk, pekerja non-prosedural juga berpotensi menjadi korban perlakuan sewenang-wenang dari oknum majikan. Kasus tidak digaji, kekerasan, hingga kesulitan akses layanan kesehatan kerap terjadi pada pekerja yang tidak memiliki izin resmi.
“Kami banyak menerima pengaduan masyarakat. Orang-orang kita yang sakit di sini tidak ada yang membiayai, karena tidak ada permitnya. Kalau ada permitnya kan ada asuransinya,” ujar Hermono.
Bantuan Terbatas
KBRI dan KJRI di Malaysia, kata Hermono, selalu berupaya membantu WNI maupun pekerja migran Indonesia (PMI) yang mengalami masalah. Namun ia mengingatkan bahwa kemampuan negara pun memiliki batasan.
Dengan berbagai risiko tersebut, Hermono kembali menegaskan pentingnya mengikuti prosedur resmi penempatan kerja demi keamanan dan keselamatan WNI yang ingin mencari nafkah di Malaysia.





