SUBANG, TINTAHIJAU.com – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa ia tidak berencana menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) batal mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna pada Kamis (22/8/2024), yang gagal mencapai kuorum.
Jokowi menyatakan bahwa tidak ada pemikiran atau rencana dari pemerintah untuk menerbitkan perppu. “Enggak ada, pikiran saja enggak ada,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta pada Jumat (23/8/2024), seperti dilaporkan oleh Kompas TV.
Menurut Jokowi, pengesahan revisi UU Pilkada sepenuhnya berada di bawah kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. “Itu wilayah legislatif, wilayah DPR ya,” tegasnya. Terkait pertanyaan apakah pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikeluarkan pada Selasa (20/8/2024), Jokowi dengan tegas menjawab, “Iya.”
Sikap serupa juga disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, yang menyatakan bahwa pemerintah tidak ada rencana menerbitkan perppu terkait Pilkada. Supratman menambahkan bahwa isu ini terlalu didramatisir. “Sampai hari ini saya belum mendengar dan tidak ada upaya menuju ke arah sana,” ujarnya di gedung DPR RI, Jakarta.
Pembatalan Pengesahan Revisi UU Pilkada
DPR membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada karena rapat paripurna yang dijadwalkan pada Kamis pagi tidak memenuhi kuorum. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa hanya 86 anggota DPR yang hadir, jauh dari syarat minimum kuorum yang membutuhkan lebih dari 50 persen plus 1 dari total 575 anggota DPR.
Selain itu, ketidakhadiran perwakilan dari seluruh fraksi partai juga menjadi penyebab kuorum tidak terpenuhi. Dari 86 anggota yang hadir, 10 di antaranya berasal dari Fraksi Partai Gerindra.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Pengesahan revisi UU Pilkada sebelumnya dijadwalkan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 pada Selasa (20/8/2024).
Dalam putusan nomor 60, MK mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ambang batas kini didasarkan pada perolehan suara sah pemilu, sesuai dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), bukan lagi 25 persen perolehan suara partai politik atau 20 persen kursi DPRD.
Sebagai contoh, berdasarkan putusan MK, pencalonan gubernur Jakarta hanya memerlukan 7,5 persen suara dari pileg sebelumnya. Selain itu, melalui putusan nomor 70, MK memutuskan bahwa usia calon kepala daerah dihitung berdasarkan waktu penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan saat pelantikan.
Dengan keputusan ini, pemerintah tetap berkomitmen mengikuti peraturan yang telah ditetapkan, sementara DPR melanjutkan tugasnya dalam revisi UU Pilkada tanpa perlu penerbitan perppu.