‎Kemenag Majalengka Bentuk Tim Deteksi Dini, Sasar Radikalisme dan Seruan Bijak Bermedia Sosial‎‎

Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Majalengka memperluas fokus deteksi dini terhadap potensi konflik sosial keagamaan dengan membentuk tim pemantau radikalisme yang berbasis di tingkat kecamatan.

‎‎Langkah ini diumumkan dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, yang digelar di Kopi Sawah, Selasa (8/7/2025).‎‎

Kasi Bimas Islam Kemenag Majalengka, Sofyan Firdaus, menyatakan bahwa tim deteksi dini yang dibentuk bukan hanya untuk mengantisipasi gesekan antar umat beragama, tapi juga untuk mencegah masuk dan menyebarnya paham radikal di masyarakat.‎‎

“Ini juga sebagai upaya untuk mencegah adanya penyebaran faham radikalisme di tengah masyarakat Majalengka. Jadi tim ini akan menyentuh aspek itu juga,” ujarnya.

‎‎Saat ditanya terkait kasus-kasus terorisme yang pernah terjadi di Majalengka, Sofyan mengakui bahwa aspek tersebut berada di luar kewenangan langsung Kemenag.

‎‎Namun, ia menegaskan bahwa tim deteksi dini juga akan diarahkan untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal radikalisme sebelum berkembang menjadi ancaman keamanan yang lebih besar.

‎‎“Kalau sudah ke ranah terorisme, memang ada batas kemampuan kami. Tapi kalau ada indikasi, tentu kami akan teruskan ke sektor yang berwenang, seperti kepolisian atau TNI,” jelasnya.‎‎

Pembentukan tim ini dijadwalkan rampung dalam waktu dekat dan akan melibatkan penyuluh agama di tiap kecamatan.

Meski belum memiliki peta daerah rawan secara rinci, Kemenag menargetkan tim ini akan berperan aktif dalam menyisir potensi konflik sosial dan keagamaan secara menyeluruh.‎‎

Selain radikalisme, Kemenag juga mengingatkan masyarakat agar lebih bijak dan cerdas dalam bermedia sosial.

Di era digital yang penuh disrupsi informasi, ujar Sofyan, konflik bisa berawal dari hal-hal kecil seperti provokasi daring atau kesalahpahaman yang viral tanpa verifikasi.

‎‎“Sekarang ini, media sosial bisa jadi pemicu konflik. Karena itu, masyarakat harus lebih cerdas dan tidak mudah percaya pada informasi yang belum jelas kebenarannya,” tegasnya.

‎‎Ia mengajak masyarakat untuk memperkuat nilai toleransi dan kehati-hatian dalam bersikap di ruang publik digital maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari.‎‎

“Konflik itu bukan hanya soal agama, tapi juga soal hubungan antara warga. Jangan sampai beda pilihan atau beda pendapat memicu perpecahan. Bijaklah dalam bertetangga, bermasyarakat, dan bernegara,” pungkasnya.‎