Kepala BGN Dadan Hindayana Diminta Merespons Kritik Terkait Wacana Serangga dalam Program MBG

Kepala BGN Dadan Hindayana dinilai perlu buka suara merespons kritikan berbagai pihak terkait dirinya yang membuka peluang serangga seperti belalang dan ulat sagu jadi menu program Makan Bergizi Gratis. Foto/Dok SindoNews

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mendapat sorotan publik setelah mengusulkan kemungkinan memasukkan serangga seperti belalang dan ulat sagu sebagai menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Wacana ini memicu berbagai tanggapan, baik dari kalangan medis, masyarakat, maupun organisasi keagamaan.

Pengamat politik sekaligus Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menilai Dadan perlu segera memberikan klarifikasi terkait usulannya tersebut. Menurutnya, pernyataan Dadan telah menimbulkan polemik yang berpotensi berkepanjangan.

“Sebaiknya Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana merespons kritik berbagai pihak terkait wacana yang dilontarkannya mengenai serangga menjadi menu Makan Bergizi Gratis (MBG),” ujar Fernando pada Sabtu (1/2/2025).

Fernando menambahkan bahwa kegaduhan ini muncul karena wacana yang dilemparkan Dadan terkesan belum melalui pembahasan mendalam di internal BGN. Akibatnya, muncul banyak penolakan dari berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), tenaga medis, dan masyarakat luas. Jika tidak segera ditanggapi, Dadan dikhawatirkan akan dianggap tidak memiliki arah kebijakan yang jelas.

Serangga Sebagai Sumber Protein Lokal

Sebelumnya, Dadan Hindayana menyatakan bahwa serangga dapat menjadi salah satu alternatif sumber protein dalam program MBG, terutama bagi daerah-daerah yang memiliki tradisi mengonsumsi serangga. “Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga seperti belalang atau ulat sagu, maka itu bisa menjadi bagian dari sumber protein,” ujar Dadan saat ditemui di Jakarta Selatan pada Sabtu (25/1/2025).

Namun, Dadan menegaskan bahwa BGN tidak menetapkan standar menu nasional, melainkan hanya mengatur standar komposisi gizi. Ia juga menyebut bahwa setiap daerah memiliki potensi sumber daya lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. “Isi protein di berbagai daerah itu tergantung pada potensi sumber daya lokal dan kebiasaan masyarakat setempat,” jelasnya.

Dadan mencontohkan bahwa di daerah dengan produksi telur tinggi, maka telur bisa menjadi sumber protein utama. Begitu pula dengan ikan di daerah pesisir dan jagung sebagai sumber karbohidrat di wilayah tertentu.

Perlunya Penjelasan Lebih Lanjut

Meskipun wacana ini didasarkan pada potensi sumber protein lokal, pernyataan Dadan tetap menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah pihak menganggap bahwa usulan ini perlu dikaji lebih dalam, terutama dari sisi keamanan pangan, aspek kesehatan, serta penerimaan sosial dan budaya masyarakat Indonesia secara luas.

Dengan adanya kritik dari berbagai pihak, diharapkan Kepala BGN dapat segera memberikan klarifikasi agar wacana ini tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Penjelasan yang lebih komprehensif akan membantu memastikan bahwa program MBG tetap berjalan dengan baik sesuai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan asupan gizi bagi masyarakat tanpa menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan.