Klarifikasi dan Penjelasan dari Kantor Komunikasi Presiden Terkait Serangga Jadi Menu MBG

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden, Hariqo Wibawa Satria, memberikan klarifikasi terkait wacana serangga sebagai bagian dari Menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sempat menjadi perbincangan hangat.

Dalam program Sapa Indonesia Malam di KompasTV pada Senin (27/1/2025), Hariqo menegaskan bahwa Badan Gizi Nasional tidak pernah menetapkan satu jenis makanan tertentu, termasuk serangga, sebagai standar menu nasional.

Menurut Hariqo, Badan Gizi Nasional hanya menetapkan standar komposisi gizi dan angka kecukupan gizi, bukan standar menu nasional. Wacana serangga sebagai bagian dari MBG, jelasnya, muncul karena adanya makanan khas berbahan dasar serangga di beberapa daerah di Indonesia.

“Maksud dari Badan Gizi Nasional terkait serangga, pernyataan itu dialamatkan kepada lebih kurang 10 daerah yang memiliki makanan khas olahan dari serangga,” ujar Hariqo.

Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Menu berbasis serangga hanya akan diterapkan di daerah-daerah tertentu yang memiliki sejarah budaya dengan makanan khas tersebut, bukan untuk 38 provinsi atau 514 kota secara keseluruhan.

Terkait menu MBG, Hariqo menyatakan bahwa perumusan menu akan melibatkan ahli gizi dan dilakukan berdasarkan riset terhadap sumber pangan lokal. Jika bahan pangan lokal tersebut memenuhi angka kecukupan gizi, sesuai anggaran, dan mencukupi kebutuhan nutrisi, maka dapat dimasukkan ke dalam MBG.

“Karena keragaman sumber pangan di setiap daerah, menu serangga tidak akan diterapkan secara nasional pada semua sekolah,” jelasnya.

Hariqo juga menyampaikan bahwa program MBG akan dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2025, targetnya adalah menjangkau 15 hingga 17,5 juta penerima manfaat. Presiden berkomitmen untuk memastikan seluruh penerima manfaat dapat memperoleh MBG sesuai jadwal.

Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa serangga dapat menjadi sumber protein di daerah-daerah yang warganya terbiasa mengonsumsi makanan berbahan dasar serangga, seperti belalang dan ulat sagu. “Mungkin saja ada satu daerah yang suka makan serangga. Bisa jadi, itu bagian dari protein,” kata Dadan dalam sebuah acara di Jakarta Selatan pada Sabtu (25/1/2025).

Wacana ini membuka peluang diversifikasi sumber pangan berbasis budaya lokal tanpa memaksakan penerapannya secara nasional. Dengan pendekatan berbasis riset dan kearifan lokal, diharapkan program MBG dapat berjalan efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di setiap daerah.