JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi fenomena kepala daerah yang aktif membuat konten di media sosial dengan memanfaatkan fasilitas negara. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan bahwa hal tersebut tidak menjadi persoalan selama konten yang dibuat membawa manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Belakangan, sejumlah kepala daerah diketahui rutin membagikan kehidupan sehari-hari mereka di berbagai platform media sosial. Aktivitas ini tak jarang mendatangkan keuntungan pribadi berupa pendapatan dari iklan atau adsense, sementara dalam proses pembuatannya mereka tetap menggunakan fasilitas negara seperti mobil dinas dan pengawalan melekat.
Menanggapi hal itu, Johanis Tanak menegaskan bahwa secara prinsip penyelenggara negara tetap berhak atas penghasilan tambahan yang sah, termasuk dari aktivitas sebagai narasumber, mengajar, atau membuat konten di luar tugas kedinasan.
“Sepengetahuan saya, penyelenggara berhak untuk mendapatkan gaji dan penghasilan lainnya yang sah. Penghasilan lainnya yang sah itu dapat berupa honorarium yang diterima atas kegiatan yang dikerjakan di luar kegiatan kerja kedinasan,” kata Tanak kepada Republika, Ahad (13/7/2025).
Lebih lanjut, Tanak menilai penggunaan fasilitas negara untuk keperluan konten tidak menjadi masalah apabila digunakan untuk kepentingan publik.
“Sekiranya fasilitas negara digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara, menurut hemat saya tidak masalah,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kemanfaatan adalah aspek penting dalam penegakan hukum dan etika penyelenggara negara.
“Karena salah satu tujuan hukum adalah mendapatkan manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara,” ujarnya.
Salah satu figur kepala daerah yang disorot dalam konteks ini adalah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Bersama Wakil Gubernur Erwan Setiawan, Dedi telah melewati 100 hari pertama masa jabatan sejak dilantik pada 20 Februari 2025. Selama periode tersebut, Dedi meluncurkan sejumlah kebijakan yang mengundang kontroversi dan mendapat julukan “Gubernur Konten” karena gaya komunikasinya yang intens di media sosial.
Fenomena ini memunculkan perdebatan publik mengenai batas antara promosi kinerja dan pencitraan pribadi menggunakan sarana negara. Namun, bagi KPK, selama membawa maslahat dan dilakukan secara sah, aktivitas tersebut masih dalam batas kewajaran.